Jakarta, Rakyatpostonline.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menunjukkan komitmennya dalam pemberantasan korupsi dengan tindakan cepat dan tegas dalam mengungkap berbagai kasus mega korupsi yang merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah.
Respons sigap Kejagung ini mendapat apresiasi luas, termasuk dari Wakil Ketua DPD RI, Yorrys Raweyai, yang menilai langkah Kejagung sebagai bentuk penegakan hukum yang berpihak pada kepentingan rakyat.
Menurut Yorrys, potensi kerugian negara akibat praktik korupsi yang terungkap sangat besar, terutama di sektor sumber daya alam. Ia menegaskan bahwa di tengah kebijakan efisiensi anggaran dan kebutuhan rakyat yang mendesak, perilaku koruptif tidak boleh dibiarkan dan harus ditindak tanpa kompromi.
“Potensi kerugian negara yang mencapai ratusan miliar hingga triliunan rupiah bukan hanya angka di atas kertas, tetapi mencerminkan betapa besar kepentingan publik yang dirugikan akibat kejahatan ini,” ujar Yorrys dalam keterangannya, Senin (3/3/2025).
Sebagai senator asal Papua Tengah, Yorrys menyoroti pentingnya tata kelola yang baik dalam pengelolaan sumber daya alam. Ia mengingatkan bahwa korupsi di sektor ini bukan hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu, ia mendukung penuh langkah Kejagung yang berani dan tanpa pandang bulu dalam menindak para pelaku korupsi.
Selain itu, Yorrys juga menekankan tingginya kepercayaan publik terhadap Kejagung. Berdasarkan survei terbaru, Kejaksaan Agung menduduki peringkat ketiga sebagai lembaga paling dipercaya masyarakat dengan tingkat kepercayaan mencapai 75%, hanya kalah dari TNI dan Presiden.
“Sebagai wakil rakyat, saya mendukung Kejagung untuk tetap berada di garda terdepan dalam memberantas korupsi, tanpa gentar menghadapi siapapun,” tegasnya.
Di sisi lain, Kejagung juga tengah mengulas perubahan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 2023, termasuk aturan terkait hukuman mati yang kini bisa dikonversi menjadi hukuman seumur hidup jika terpidana menunjukkan penyesalan.
Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Asep N Mulyana menjelaskan bahwa perubahan ini mencerminkan pergeseran dari pendekatan hukum yang hanya bersifat retributif menjadi lebih restoratif, korektif, dan rehabilitatif.
KUHP 2023 juga membawa perubahan mendasar dalam sistem hukum pidana, termasuk penghapusan kategori kejahatan dan pelanggaran serta pengenalan pidana baru seperti pengawasan dan kerja sosial.
Dengan langkah-langkah tegas yang terus diambil, Kejagung semakin membuktikan dirinya sebagai lembaga yang berkomitmen dalam menegakkan hukum dan memberantas korupsi di Indonesia.
Kejaksaan Agung (Kejagung) saat ini tengah mengusut dua kasus mega korupsi yang melibatkan perusahaan BUMN, yaitu PT Pertamina dan PT Aneka Tambang (Antam), dengan potensi kerugian negara mencapai triliunan rupiah.
Kasus Korupsi di PT Pertamina
Pada 25 Februari 2025, Kejagung menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait impor minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina dan anak perusahaannya.
Para tersangka, termasuk Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, diduga melakukan markup volume impor minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) serta manipulasi harga, yang menyebabkan kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun selama periode 2018-2023.
Selain itu, ditemukan praktik pencampuran BBM bersubsidi RON 90 (Pertalite) dengan BBM berkualitas lebih tinggi RON 92 (Pertamax) yang dijual dengan harga lebih tinggi.
Menanggapi hal ini, Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, menyampaikan permintaan maaf dan berjanji untuk memperbaiki tata kelola perusahaan guna mencegah terulangnya kasus serupa.
Kasus Korupsi di PT Antam
Sementara itu, PT Antam juga terlibat dalam kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan komoditas emas. Kejagung menetapkan enam mantan pejabat Antam sebagai tersangka atas dugaan persekongkolan dalam penyalahgunaan jasa manufaktur yang diselenggarakan oleh Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam Tbk pada periode 2010-2021.
Kasus ini diduga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp3,31 triliun. Selain itu, kasus manipulasi pembelian emas juga menyeret nama Budi Said, yang dihukum 16 tahun penjara dan diwajibkan membayar uang pengganti sebesar 58,135 kg emas Antam atau setara dengan Rp35,078 miliar.
Kedua kasus ini menunjukkan perlunya peningkatan transparansi dan tata kelola yang baik di tubuh BUMN untuk mencegah praktik korupsi yang merugikan negara dan masyarakat. (**)
Laporan : Irmayanti Daud