FMKU Beberkan Dugaan Kongkalikong Penambangan di Blok Mandiodo

[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Teks Berita“]

Konawe Utara, Rakyatpostonline.com – Baru-baru ini publik digegerkan dengan kembalinya PT. Antam Tbk di Blok Mandiodo, Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara (Konut), dengan misi penyelamatan aset negara dan kesejahteraan masyarakat, khususnya di lingkar tambang.

Dengan sumber daya alam (SDA) yang melimpah, tentunya orang-orang berpikir bahwa rakyat Konawe Utara bakal sejahtera, dengan kehadiran perusahaan plat merah itu.

Namun pandangan tersebut berbanding terbalik dengan fakta di lapangan. Jenderal Lapangan Forum Mahasiswa Konawe Utara (FMKU), Andi Arman Manggabarani pun menduga adanya kongkalikong antara PT. Antam Tbk, bersama PT. Lawu Agung Mining (LAM) dan PT. Trimegah Pasifik Indonusantara (TPI).

Dijelaskan Andi Arman, gambaran awal terkait dugaannya ini, sudah terlihat saat masyarakat yang tergabung dalam kontraktor lokal Konawe Utara, ikut dalam kontrak kerja sama 10 dollar, sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat lokal.

Alih-alih kontrak tersebut menjadi bentuk pemberdayaan, namun miris dengan fakta bahwa banyak kontraktor lokal mengeluh, karena tidak diberdayakan, apalagi menyejahterakan masyarakat lokal.

Diterangkannya, saat aksi demonstrasi oleh FMKU, di Kantor Regional Sulawesi Tenggara (Sultra) PT. Antam Tbk beberapa waktu lalu, perwakilan perusahaan berposisi manager finance bernama Ruslan, memberikan keterangan membingungkan.

Keterangan tersebut bahwa PT. Antam Tbk sama sekali tidak pernah terlibat kontrak langsung dengan PT. LAM dan PT. TPI, termasuk soal perjanjian 10 dollar.

“Klarifikasi bapak Ruslan menimbulkan kebingungan khalayak publik Konawe Utara, pasalnya dari apa yang dinyatakan itu sangatlah berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di lapangan,” ucapnya.

Persoalan Kontrak 10 dollar, diketahui bahwa itu sebagai bentuk pemberdayaan yang di lakukan oleh PT. LAM kepada kontraktor lokal yang berada di lingkar tambang atau lingkup konawe utara.

Tetapi, setelah mendengarkan pernyataan dari Ruslan bahwa PT. Antam Tbk tidak terlibat kontrak langsung dengan PT. LAM, menimbulkan pertanyaan terkait apa wewenang dari PT. LAM untuk mematok upah dari kontraktor lokal setelah melakukan aktivitas pertambangan.

Lanjut Andi Arman, pihaknya juga pernah mendengarkan pernyataan salah seorang karyawan PT. LAM, Maswan bahwa aktivitas pertambangan yang mereka lakukan, merupakan perintah atau suruhan dari PT. Antam Tbk.

“Artinya aktivitas pertambangan dari PT. LAM dan PT. TPI merupakan tanggung jawab dari PT Antam Tbk,” katanya.

Dibeberkan Andi Arman, kegiatan penambangan ini juga menjadi masalah, lantaran dilaksanakan di Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang berada di wilayah salah satu eks Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT. Karya Murni Sejati 27 (KMS 27), tanpa menggunakan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).

Akibatnya, sumber mata air yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat Desa Lamondowo, Kecamatan Andowia, Kabupaten Konut, tercemar akibat limbah pabrik beberapa minggu lalu yang terletak dekat dengan lokasi penambangan.

“Yang kami ketahui PT. LAM dan PT. TPI melakukan aktivitas pertambangan di Blok Mandiodo tepatnya di IUP PT. Antam Tbk, sejak bulan September 2021 lalu, pasca di police linenya beberapa IUP yang tumpang tindih dengan PT. Antam Tbk,” terangnya.

Sementara itu, Direktur PT. KMS 27, Sony menyebut bahwa di areal mereka terkhusus di IUP PT. KMS 27, palang yang menghadang kendaraan masuk untuk melakukan aktivitas pertambangan, dibuka oleh PT. LAM, PT. TPI dan salah seorang karyawan PT. Antam Tbk, beberapa minggu lalu.

Hal ini atas suruhan PT. Antam Tbk, ditemani langsung oleh aparat kepolisian Polisi Resor (Polres) Konut. Pada waktu itu, mereka berhasil membuka palang, serta melakukan aktivitas di areal Eks IUP PT. KMS 27.

“Lebih mirisnya lagi, mereka melakukan penambangan di areal kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang IPPKH-nya dimiliki oleh PT. KMS 27 atau tidak dimiliki oleh PT. ANTAM Tbk,” ucap Sony.

Dengan serangkaian info ini, Andi Arman mendesak kepada DPRD Sultra untuk segera melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP), serta memanggil PT. LAM, PT. TPI dan PT. Antam Tbk, demi menyelesaikan polemik membingungkan yang sedang terjadi ini.

Tak hanya itu, FMKU juga mendesak kepada pihak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk memanggil dan memeriksa PT. LAM, PT. TPI dan juga PT. Antam Tbk, karena ada dugaan besar mereka melakukan penambangan illegal secara masif dan terstruktur di Konsesi Wilayah IUP PT. Antam Tbk.

“Serta kami meminta APH untuk tidak tebang pilih dalam mengurus dan menyelesaikan kasus seperti ini,” tutupnya. (*Redaksi)


 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *