[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Teks Berita“]
Jakarta , Rakyatpostonline.com – Konsep pemberdayaan masyarakat dan pengusaha lokal konut oleh PT Antam Tbk melalui Kerja Sama Operasional – Mandiodo, Tapuemea, Tapunggaeya (KSO – MTT) dinilai sebagai kedok untuk mengamankan diri dari sorotan publik.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Lembaga Investigasi dan Gradasi Lingkungan (Lindung) Sulawesi Tenggara (Sultra), Muh. Almahendra J selaku salah satu mantan mitra PT Lawu Agung Mining (LAM).
“Kami ini putra daerah asli konut, saat kami diajak untuk bermitra jujur kami bersyukur. Akan tetapi setelah mendengar bentuk kerjasama PT LAM kami langsung nyatakan tarik diri sebagai mitra,” Katanya saat di temui disalah satu warkop ternama di wilayah Jakarta Pusat, Senin (28/03/22).
Bagaimana tidak, lanjut Almahendra, dari 14 Lembaga mitra PT Lawu Agung Mining (LAM) pihaknya hanya diberikan lahan 1,5 hektar. Terlebih lagi pihaknya diwajibkan untuk menjual hasil produksi nikel mereka itu ke pihak PT Antam Tbk dengan harga $10 Dolar (FOB Tongkang) kemudian potongan dari Konsorsium senilai $1,5 Dolar sehingga yang diterima bersih nantinya sisa $8.5 Dolar saja.
“Awalnya kami 14 lembaga ini diberikan lahan 1,5 Hektar untuk diolah, tapi hasil produksi kami nanti harus di jual ke pihak PT Antam Tbk dengan harga pembelian 10 Dolar ditambah potongan oleh konsorsium yang merupakan bagian dari PT LAM sekitar $1.5 Dolar,” Paparnya.
Sehingga, untuk bersih yang diterima hanya $8,5 Dolar saja. Bagaimana bisa kami mau terima, biaya produksi saja sekitar $6-7 Dolar ditambah lagi biaya barging ke jetty itu semua kami yang tanggung.
Almahendra bersama 14 Lembaga yang dipimpin oleh Putra Daerah asli Konawe Utara mewarning adanya framing pemberdayaan masyarakat atau pengusaha lokal Konut. Sebab menurutnya, kerjasama yang ditawarkan oleh PT Antam Tbk dan PT LAM bukan merupakan upaya peningkatan kesejahteraan tetapi merupakan bentuk pembodohan.
“Kami harap tidak ada lagi framing-framing pemberdayaan masyarakat dan pengusaha lokal. Karna kami tau persisnya seperti apa. Itu bukan untuk mensejahterakan kami tetapi malah memanfaatkan kami untuk bekerja keras untuk mereka,” Jelasnya.
Mahasiswa Pascasarjana UHO itu juga mengaku menyayangkan sikap PT. Antam dan PT LAM. Sebab, ditengah naiknya harga nikel pihaknya justru merasa di perbodohi dengan pembelian yang sangat murah.
“Harga nikel saat ini hampir tembus 70 Dolar dan kami hanya diberikan 10 Dolar saja. Sementara kami yang bekerja dari awal sampai akhir, sedangkan mereka (PT. Antam) hanya tau beres,” Tutupnya.
Sampai berita ini diterbitkan, pihak media ini belum tersambung ke perusahaan yang bersangkutan untuk meminta klarifikasi. (**)