Pemberdayaan PT Antam Tbk dan PT LAM ‘Pembodohan’ Masyarakat Lokal

Lokasi konsesi IUP PT Antam Tbk UBPN Konawe Utara diduga memberikan kontrak kerjasama ke PT Lawu Agung Mining (LAM) di Blok Mandiodo, Kecamatan Molawe, Konut. (Foto: Muh. Sahrul/RP).

[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Teks Berita“]

Konawe Utara, Rakyatpostonline.com – Konsep kerja sama pertambangan antara PT Aneka Tambang (Antam) Tbk dan PT Lawu Agung Mining (LAM) kepada Masyarakat atau Pengusaha Lokal Kabupaten Konawe Utara tengah hangat diperbincangkan saat ini.

Pasalnya, kerja sama yang ditawarkan oleh PT Antam Tbk dan PT LAM itu dinilai sebagai upaya pembodohan. Hasil produksi pertambangan masyarakat atau pengusaha lokal dibandrol oleh PT Antam Tbk dengan harga $10 Dolar atau sekitar -+ Rp. 140.000/metric ton (mt).

Presidium Konsorsium Nasional Pemantau Tambang dan Agraria (Konutara), Hendro Nilopo. Menurutnya, kerjasama yang ditawarkan oleh PT Antam Tbk dengan nilai pembelian $10 Dolar /mt tidak dapat diterima atau disanggupi oleh kontraktor lokal asli. Sebab kata dia, kerjasama yang di tawarkan oleh PT. Antam bukan upaya menghidupkan pengusaha lokal melainkan untuk mematikan.

“Iya saya tau soal itu, justru karena alasan itulah yang mendasari pergerakan kami sampai hari ini. Sebab menurut kami, kerjasama yang ditawarkan oleh PT Antam kepada saudara-saudara kami di Konawe Utara adalah bentuk pembodohan dan tidak masuk akal,” Tegas Hendro saat di konfirmasi melalui sambungan Telephone, Sabtu (26/3/22).

Aktivis asal Konawe Utara itu menyebutkan, harga nikel saat ini nyaris menembus harga US$ 70 untuk kadar 2 % UP sedangkan untuk kadar 1,7 % nyaris menembus harga US$ 60. Mirisnya kata Hendro, harga pembelian yang ditawarkan oleh PT. Antam justru sangat jauh lebih murah yakni hanya berkisar US$ 9,5 – US$ 10 / mt. Artinya keuntungan PT. Antam mencapai berkisar US$ 50 – US$ 60 / metric ton (mt).

“Nikel yang kadar 2 % harganya sekarang hampir tembus Rp.1.000.000 kalau dijual langsung ke pabrik, tapi karena kesepakatannya harus dijual ke PT Antam maka harga yang bisa didapat oleh kontraktor hanya Rp.143.000 saja. Artinya keuntungan PT Antam mencapai 50 – 60 Dolar / mt kalau di Rupiahkan, keuntungan PT. Antam mencapai Rp.715.000 – Rp. 858.000/mt”. Terangnya.

Sementara itu, salah satu pengusaha lokal asli Desa Tapunggaeya, RBN membenarkan hal tersebut. Melalui obrolan whatsaap nya RBN menegaskan bahwa kesepakatan pembelian $10 oleh PT Antam bukan upaya menghidupkan pengusaha melainkan untuk mematikan.

“Saya rasa jelas saat beberapa bulan yang lalu bahwa yang diutamakan masyarakat pekerja lokal dan pastinya kontraktor lokal. Faktanya iya dibenarkan kontraktor lokal bisa bekerja saham melalu KSO, tetapi dengan hitungan yang ada saya rasa mala bukan menghidupkan tapi mematikan,” Kata RBN melalui percakapan whatsapp, Senin, 21 Maret 2022 lalu.

Alumni Fakultas Ilmu Kebumian UHO itu menjelaskan, dengan harga pembelian yang di tawarkan oleh PT Antam yakni senilai $10 Dolar sangat mustahil bagi kontraktor mining lokal untuk menerima. Mengingat, biaya produksi yang cukup tinggi mencapai $6-7 Dolar diluar biaya barging atau haulling ke jetty.

“Jadi 10 Dolar itu pembelian antam ke kami sebagai kontraktor, sedangkan untuk semua biaya produksi kami tanggung sendiri sampai barging ditambah sistem pembeliannya bukan jemput di fit melainkan FOB Tongang harus diantarkan ke tongkang. Jadi Mati biaya produksi 6-7 Dolar belum barging,” Terangnya.

Warga asli Desa Tapunggaeya yang menjadi sental pertambangan itu menuturkan, pembelian PT. Antam seharga $10 Dolar kepada kontraktor sangat tidak masuk akal ditengah harga nikel yang sedang melejit naik. Perbulan Maret sebut Robin, harga nikel untuk kadar 2 UP mencapai US$ 69,20 /mt atau setara dengan Rp. 989. 560 /mt sedangkan pembelian PT. Antam ke kontraktor lokal dengan harga US$ 10 /mt atau setara dengan Rp. 143.000/mt.

“Jadi keuntungan PT. Antam dari pembelian ke Kontraktor sekitar 59,20 Dolar dalam 1 metic ton (mt), sedangkan yang bekerja keras adalah kontraktor lokal ditambah biaya produksi yang harus ditanggung sendiri oleh tiap-tiap kontraktor. Inikan sangat tidak masuk akal bagi kami,” Tutupnya.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak media ini belum mendapat akses ke pihak PT Antam maupun PT LAM untuk meminta klarifikasi. (**)


 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *