Drama Blok Mandiodo: PT Antam dan PT LAM “Amnesia” Siapa Aktor $10?

Hendro Nilopo, Direktur Ampuh Sultra.

Polemik kerjasama sebagai bentuk pemberdayaan PT Aneka Tambang (Antam) Tbk, kepada masyarakat dan pengusaha lokal Konawe Utara (Konut) Sulawesi Tenggara (Sultra) nampaknya berbuntut panjang.

Pasalnya, masyarakat tengah dibuat kecewa dengan sistem kerja sama yang dibangun oleh PT Antam Tbk. Sistem kerjasama itu, seharusnya menjadi kebanggan. Sebab, konsep pemberdayaan masyarakat dan pengusaha lokal Konut yang dihimpun dalam bentuk Kerjasama Operasi Mandiodo, Tapuemea dan Tapunggaeya (KSO MTT).

Awalnya pemberdayaan masyarakat dan pengusaha lokal yang dilakukan oleh PT Antam Tbk, melalui KSO MTT disambut baik oleh berbagai pihak. Namun belakangan diketahui bahwa sistem kerjasama yang dibangun tersebut adalah metode pengupahan kepada masyarakat dan kontraktor lokal, dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat atau kontraktor lokal untuk terlibat langsung melakukan kegiatan produksi nikel dengan menggunakan modal sendiri.

Adapun modal yang harus disiapkan oleh masyarakat dan pengusaha lokal yakni berupa anggaran untuk eksplorasi hingga ke tahap operasi produksi nikel. Namun persoalannya bukan itu, setiap orang yang ingin berusaha tentu harus memiliki modal. Akan tetapi, letak persoalannya adalah saat setelah melakukan kegiatan produksi.

Masyarakat diberikan kesempatan untuk terlibat langsung mulai dari tahapan Eksplorasi hingga sampai kepada tahapan Operasi Produksi bahkan diwajibkan untuk burging hasil produksi sampai ke Tongkang. Secara kasat mata, maka kita akan mengakui bahwa memang masyarakat dan pengusaha lokal diberikan ruang untuk terlibat langsung melakukan kegiatan usaha pertambangan.

Namun yang menjadi problem adalah, hasil produksi nikel yang didapatkan oleh masyarakat tidak dapat dijual langsung ke perusahaan industri. Melainkan masyarakat dan pengusaha lokal harus menjual hasil produksinya ke pihak PT Antam Tbk, dengan harga yang teramat murah yakni dengan harga $10 Dolar / Metrik Ton.

Sedangkan kita ketahui, bahwa harga acuan nikel diluar sana berkisar $50 – $70 Dolar per Metrik Ton (mt). Untuk kadar 1.7 % berkisar $50 sedangkan untuk kadar 2 % berkisar $70.
Artinya keuntungan yang didapatkan oleh PT. Antam dengan sistem terima beres yakni mencapai $40 – $60 per Metrik Ton (mt). Untuk kadar 1.7 % keuntungan Antam sekitar $40 sedangkan untuk kadar 2 % keuntungan Antam mencapai $60.

Bagaimana keuntungan bersih yang didapatkan oleh masyarakat dan pengusaha lokal dengan metode kerjasama $10?. Masyarakat dan pengusaha lokal memulai kegiatan dari tahapan Eksplorasi (borring), Operasi Produksi hingga Barging Ore ke Tongkang. Semua kegiatan dilakukan dengan menggunakan modal sendiri.

Sedangkan, yang tidak memiliki modal yang cukup harus mencari pemodal dengan sistem bagi hasil atau royalti dengan pemodalnya.
Menurut pendapat beberapa pengusaha, biaya untuk produksi dari tahap Eksplorasi hingga Operasi Produksi mencapai $6 – $7 diluar dari biaya Barging dan Gaji Karyawan, bisa juga sampai $7 – $8 biaya produksinya tergantung dari tingkat kesulitan saat produksi.

Sehingga untuk menentukan keuntungan yang didapatkan oleh masyarakat maupun pengusaha lokal dari kerjasama dengan PT. Antam sekitar $2 – $4 / Metrik Ton (mt) diluar dari biaya barging dan gaji karyawan, belum lagi bagi hasil dengan pemodal dan lain-lain.

Atas dasar itu, beberapa pengusaha lokal serta kelompok pemuda dan mahasiswa memutuskan untuk menarik diri atau keluar dari sistem kerjasama yang dibangun oleh PT Antam Tbk. Sebab, banyak pihak menilai bahwa sistem kerjasama yang dibangun oleh PT Antam Tbk, dengan pembelian hasil produksi masyarakat dan pengusaha lokal seharga $10 Dolar adalah hal yang tidak masuk akal dan berbau pembodohan.

“Kami butuh kerja, tapi jika sistem kerjasamanya seperti itu, bukan mau menghidupkan kami tetapi mau mematikan kami sebagai pengusaha lokal”. Ujar salah seorang pengusaha lokal, RBN.

“Harga nikel diluar sana mulai 50 Dolar sampai dengan 70 Dolar per Metrik Ton, masa hasil produksi kami hanya dihargai $10 Dolar per Metrik Ton. Sedangkan kami pakai dana sendiri dari tahap eksplorasi sampai dengan produksi bahkan barging sampai ke tongkang ”Ucap salah satu perwakilan mahasiswa dengan nada kesal.

Tak sampai disitu, kekecewaan masyarakat dan pengusaha lokal atas kontrak $10 Dolar tersebut disampaikan melalui media online bahkan ada juga yang melakukan aksi demonstrasi sebagai upaya protes.

Sehingga dengan gerakan itu, muncul satu fakta baru yang tentu membuat masyarakat dan pengusaha lokal menjadi kaget. Fakta yang dimaksud yakni adanya pengakuan pihak PT. Antam Region Sulawesi Tenggara yang mengatakan tak pernah mengetahui adanya kontrak $10 Dolar seperti yang disampaikan oleh mahasiswa saat melakukan aksi demonstrasi di kantor PT Antam Tbk di Kota Kendari pada Kamis, 31 Maret 2022.

Bahkan yang lebih mengagetkan lagi, berdasarkan pengakuan dari Manager Finance PT Antam Tbk, Region Sulawesi Tenggara. Bahwa PT. Antam Tbk, tidak pernah mengetahui adanya isu tentang PT Lawu Agung Mining (LAM) sebagai pemenang tender Kontraktor Tunggal di PT Antam Tbk, lokasi Blok Mandiodo.

“Penambangan liar yang terjadi di Blok Mandiodo itu sebagian besar kami tidak mengetahuinya, apalagi persoalan menang tendernya PT Lawu Agung Mining, sebagai kontraktor tunggal atau mitra kerja itu tanpa sepengetahuan kami,” Katanya usai menerima massa aksi FMKU di Kantor PT Antam Tbk di Kendari, Kamis (31/03/2022).

“Jika ada informasi seperti itu, silahkan kabari kami dan saya pastinya tidak membenarkan itu,” Sambungnya.

Jika dikorelasikan dengan isu yang beredar dilingkar tambang Blok Mandiodo, maka pengakuan pihak PT Antam Tbk, itu bisa membuat kehebohan. Sebab, dilingkar tambang Blok Mandiodo, Kecamatan Molawe, Konawe Utara. PT. Lawu Agung Mining, diketahui sebagai pemenang tender sebagai Kontraktor Tunggal (Ekslusif) PT Aneka Tambang (Antam) tbk.

Tidak hanya itu, jika ditarik lebih jauh maka kita dapat mengetahui siapa dalang dibalik kontrak $10 Dolar. Beberapa kelompok yang pernah terlibat sebagai pengusaha lokal konut mengatakan, bahwa Kontrak $10 Dolar adalah instruksi dari PT LAM. Lantas apa kewenangan PT LAM, apakah menentukan harga kontrak dengan masyarakat dan pengusaha lokal?. Sementara posisi PT LAM dan pengusaha lokal sama, yaitu dibawah payung KSO MTT yang di ketuai oleh Perumda Sultra.

Kemudian, diperjelas lagi posisi PT LAM berdasarkan surat klarifikasi PT Antam Tbk, yang ditandatangani oleh Direktur Utama PT Aneka Tambang, Nicolas D Kanter. Bahwa, PT Antam mengakui telah melakukan Kerjasama Operasi Mandiodo Tapuemea Tapunggaeya (“KSO MTT”) sejak tanggal 22 Desember 2021. Dimana Perumda Sultra sebagai Ketua KSO MTT dan LAM merupakan anggota dari KSO MTT.

Dari aspek kewenangan PT LAM, tidak berhak membuat kontrak dengan perusahaan lain, apalagi menerapkan harga kontrak dengan masyarakat dan pengusaha lokal secara sepihak, tanpa sepengetahuan PT Antam Tbk. Sebab telah dijelaskan bahwa posisi PT LAM hanya sebagai anggota dari KSO MTT, begitupula beberapa kelompok lainya. Semua wajib berada dibawah payung KSO MTT. (**)


 

Oleh : Hendro Nilopo
Penulis : Direktur Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sultra, dan Sebagai Dewan Pendiri Konsorsium Nasional Pemantau Tambang dan Agraria (Konutara). 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *