Konawe Utara, Rakyatpostonline.com – Aktivitas pertambangan PT Antam Tbk, UBPN Konawe Utara (Konut), di Blok Mandiodo kembali bikin dahi masyarakat berkerut, bukan karena silau pantulan ore, tapi karena kegiatan perusahaan disebut-sebut berjalan tanpa sepatah sosialisasi pun.
Ibarat tetangga yang tiba-tiba bangun rumah jam 3 dini hari, warga dibuat bingung: “Ini kenapa ramai-ramai padahal tidak pernah bilang mau mulai kerja?”
DPC Relawan Kita Prabowo (Kipra) Konut pun angkat bicara. Melalui Koordinator Bidang Kajian Kebijakan Publik, Arman Sawali, kritik dilayangkan dengan gaya lembut tapi tetap kena sasaran, mirip tamparan pakai sarung tangan beludru.
“PT Antam ini mulai aktivitas tanpa mekanisme sosialisasi. Polanya tertutup. Ini cara kerja yang sering dianggap gaya kapitalis, operasional jalan, publik komunikasi belakangan,” ujar Arman dengan nada halus, meski isi ucapannya cukup membuat telinga manajemen Antam bergetar tipis.
Menurutnya, sebagai BUMN, PT Antam seharusnya mempraktikkan tiga prinsip sakral: keterbukaan, partisipasi masyarakat, dan koordinasi dengan pemangku kepentingan.
Tanpa tiga ini, kata Arman, yang tersisa hanya kebingungan masyarakat dan munculnya dugaan bahwa UBPN Konut sedang memakai jurus “jalan dulu, ngomong nanti”.
Kipra Konut menilai absennya sosialisasi memunculkan sejumlah pertanyaan yang menggantung seperti jemuran kena hujan:
- Kenapa masyarakat tidak diberi informasi?
- Apa urgensi sampai-sampai kegiatan harus dimulai tanpa pemberitahuan?
- Kenapa amanat UU Minerba tentang transparansi dan pelibatan masyarakat tidak terlihat jejaknya?
Semua pertanyaan itu, kata Arman, bukan tuduhan. Bukan pula drama sinetron. Melainkan panggilan agar BUMN kembali pada jalur lurus: bekerja untuk rakyat, bukan untuk membuat rakyat bertanya-tanya.
“Itu tambang milik Negara, bukan milik direksi. Jadi harus dikelola adil dan transparan. Masyarakat jangan diam kalau ada tindakan yang tampak seperti kesewenang-wenangan,” tegas Arman, tegasnya seperti ketua RT waktu menagih iuran keamanan.
Kipra Konut menegaskan bahwa kepercayaan publik bisa terkikis jika pola “operasi senyap” terus dilakukan. Sebab, dalam dunia pertambangan, bukan hanya alat berat yang sensitif, tapi juga hati masyarakat yang ingin dilibatkan.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, PT Antam UBPN Konawe Utara belum memberikan keterangan resmi terkait kritik tersebut.
Entah sedang menyusun jawaban, mengatur strategi komunikasi, atau masih mencari siapa yang lupa mengirim surat sosialisasi, yang jelas publik masih menunggu penjelasan.
Yang pasti, di Konawe Utara kini muncul satu pertanyaan sederhana namun penuh makna: “Jika tambang adalah milik Negara, kenapa rakyat sebagai pemilik justru tidak diberi tahu?. (**)
Laporan: Syaifuddin























