[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Teks Berita“]
Kendari, Rakyatpostonline.com – Kadis Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sulawesi Tenggara (Sultra), Asrun Lio sebelumnya telah menyampaikan klarifikasi bahwa pengadaan sekira 1.000 unit tandon air cuci tangan guna menekan penyebaran Covid-19 di SMA dan SMK, telah sesuai dengan prosedur.
Bak berbalas pantun, Ketua Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Sultra, Karmin menepis klarifikasi oleh Kadis Dikbud Sultra itu.
Dijelaskan Karmin saat menggelar konferensi pers di Warkop Aman, Kota Kendari, Rabu (4/11/2020), dari hasil Investigasi LIRA, ditemukan adanya kejanggalan dalam pengadaan tandon air itu.
Meski telah dijawab oleh Asrun Lio, berdasarkan investigasi LIRA, mark up tetap menjadi dugaan. Sebab perbedaan harga yang tercantum dalam laporan pertanggungjawaban dengan harga sebenarnya di lapangan, terjadi kesenjangan yang cukup jauh.
“Terlalu kemahalan bila dibandingkan dengan fisik tempat cuci tangan yang ada di sekolah SMA/SMK/SLB yang pernah kami lihat dan sempat kami foto dan dokumentasikan,” ujarnya.
Karmin juga mengungkapkan bahwa dalam pantauan di lapangan, menemukan material yang digunakan untuk dudukan tempat cuci tangan itu hanya terbuat dari besi L ukuran kecil yang dirakit. Tak hanya itu, bak airnya hanya menggunakan tandon ukuran kecil yang dilengkapi dengan lambang Pemprov Sultra.
Dari hasil penelusuran juga ditemukan harga tandon air, lengkap dengan dudukan hanya sekitar 2,5 juta rupiah saja, ditambah biaya distribusi dan pajak, biaya maksimal hanya 4 juta saja per unitnya.
“Jadi harga Rp.6,3 juta per unit masih kemahalan menurut kami. Meskipun kata Kadis Dikbud, dia sudah menghemat dan kembalikan Rp 1,2 miliar,” katanya.
Karmin juga menganggap, pernyataan dari Asrun Lio selaku Kadis Dikbud Sultra yang menyebut bahwa pengadaan tandon air tersebut sudah sesuai prosedural dan tidak mark up, hanya pembelaan belaka.
“Kenapa demikian, pasalnya nanti selesai pendistribusian ke sekolah-sekolah baru lakukan asistensi dan perubahan harga. RKA itu dilakukan sebelum pengadaan direalisasikan atau didistribusikan, tetapi kenapa nanti kami sudah sorot baru dilakukan perubahan harga dan lakukan perubahan LPJ, inikan aneh,” ucapnya heran.
Jadi, walaupun LPJ nya berubah menjadi Rp 6,32 juta per unit dan anggarannya di kembalikan sebesar Rp.1,2 miliar, harga tersebut menurut Karmin masih sangat kemahalan.
“Jadi kalau dalam LPJ sebesar Rp 6,23 juta satu unit, bila dibandingkan dengan harga di lapangan yakni 4 juta, itu masih kemahalan dan masih ada selisih harga sebesar Rp 2,3 juta, dikalikan sekira 1.000 unit jadi 2,3 Miliar. Maka atas dasar inilah kami menduga pengadaan tempat cuci tangan tersebut masih mark up dan terindikasi ada dugaan korupsi,” bebernya.
Olehnya itu, Karmin selaku Ketua DPW LIRA Sultra, meminta kepada aparat penegak hukum (APH) yakni kejaksaan dan kepolisian untuk mengusut kasus ini, sebab diduga merugikan keuangan negara yang berdampak pada masyarakat. (**)