Hadir HPN Ke 74, Bagir Manan: Wartawan Jangan Terlena Dengan Istilah Kemerdekaan Pers

Ketua Dewan Pers Bagir Manan menyampaikan kata sambutan dalam acara pelucuran buku Etika Jurnalisme Migas Panduan untuk Wartawan di Gedung WTC 2, Jakarta, Selasa (21/4). Penerbitan buku Etika Jurnalisme Migas Panduan untuk Wartawan merupakan bagian dari upaya sosialisasi industri hulu migas bagi media maupun khalayak luas serta sebagai upaya untuk merawat dan menjaga industri tersebut agar tetap bercitra positif dan baik. MI/IMMANUEL ANTONIUS

[responsivevoice_button voice=”Indonesian Male” buttontext=”Klick Bacakan Berita“]
Banjarmasin, Rakyatpostonline.com – Wartawan dan media massa jangan terlena dengan UU 40/1999 tentang kemerdekaan Pers. Soalnya dalam Undang Undang itu, tidak pernah diatur secara jelas Hukum Pers.

Ahli hukum, Bagir Manan, mengingatkan insan pers jangan terlalu menikmati kemerdekaan pers, tetapi lupa mengisi substansi kontennya.

“Seolah-olah jika Wartawan atau Pers, akan diatur oleh hukum, maka wartawan acapkali bangga berlindung di Undang Undang Pers, yang menyebutkan Pers sepenuhnya pengaturan, Pers oleh Pers itu sendiri. Padahal jika tanpa ada Undang Undang Pers akan terjadi “Kebebasan” menggunakan kekuasaannya. Padahal kekuasaan tanpa batas itu cenderung korup,” kata Bagir, dalam diskusi Publik KUHP dalam Perspektif Kemerdekaan Pers, di Hari Pers Nasional (HPN) 2020 di Banjarmasin, Jumat (7/2/2020).

Bagir menyebut, kemerdekaan Pers harus mendapat perhatian, pertama perluasan cakupan tindak pidana yang dapat dikenakan pada Pers. Kedua ancaman pidana yang lebih berat.

“Tidak jarang kita kehilangan Kemerdekaan Pers, karena terlalu menikmatinya dan lupa memperjuangkan dan memeliharanya,” ujar mantan Ketua Dewan Pers.

Dalam telahnya, Bagir mencatat ada 19 pasal di KUHP yang dapat menjerat Pers ke ranah pidana, dari hasil publikasinya yang terkait informasi kepada masyarakat.
Semua pasal itu, adalah peninggalan zaman Belanda, bersifat pasal-pasal karet (Haatzai Artikelen).

“Walau sebetulnya tidak ada Delik Pers, namun Pers itu rawan terseret kasus pidana, sebab tidak ada batasan yang jelas. Mulur mungkret, pasal-pasal itu kan bisa ditafsirkan macam-macam, misalnya pasal-pasal tentang penyiaran berita bohong, Penindaan dan Penggantian Ideologi Pancasila, Kehormatan, Harkat dan Martabat Kepala Negara beserta Wakil Kepala Negara,” Jelasnya, mantan Ketua MA ini.

Bagir, menyarankan Pers menjaga kemerdekaannya sendiri. Pertama, Pers harus sadar sebagai pranata publik. Kedua, Pers menjunjung tinggi etika. Ketiga, perluasan wawasan wartawan agar Pers dapat menjadi Agen Pembangunan, Mata Publik, Pengawas dan Public Avant Garde. Keempat, Pers harus memiliki hati nuraninya. (A)

(Tim PWI Lamtim/Rakyatpostonline.com)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *