Kendari, rakyatpostonline.com – Narapidana kasus korupsi, Asrun dan Adriatma Dwi Putra, tidak berada di ruang tahanan ketika Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Kantor Perwakilan (KPw) Sulawesi Tenggara, Mastri Susilo beserta staf melakukan inspeksi mendadak ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kendari, Jumat (2/8) siang.
Terpidana ayah (Asrun) dan anak (Adriatma Dwi Putra alias ADP) itu muncul di kamar tahanannya setelah 30 menit kemudian. Keduanya masuk melalui pintu samping yang tembus ke selasar dekat pintu pemeriksaan tamu. Mastri Susilo tidak mengetahui persis kedua mantan Wali Kota Kendari itu melakukan kegiatan apa di luar ruangan tahanan.
Selain itu, Ombudsman juga menemukan fakta bahwa selama bulan Juli 2019, Asrun dan ADP tercatat dua kali meninggalkan Lapas Kelas IIA Kendari. Mereka ke Jakarta untuk kepentingan peninjauan kembali (PK) atas hukuman yang menimpanya.
Pertama, pada 4 Juli 2019, Asrun dan ADP pergi ke Jakarta untuk menghadap di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (PN Jakarta Pusat) guna menandatangani akta PK.
Kedua, pada 25 Juli 2019 keduanya kembali terbang ke Jakarta menghadiri sidang di Pengadilan Tipikor di PN Jakarta Pusat.
Kepala Keamanan Lapas Kelas IIA Kendari, R. Teja Iskandar membenarkan keberangkatan Asrun dan ADP ke Jakarta.
“Mereka ke Jakarta dalam rangka sidang PK, didampingi oleh Kasi Kamtib Elisa Pardede dengan dikawal oleh polisi dari Polda,” kata Teja.
Dijelaskan, keberangkatan kedua nara pidana tersebut sesuai dengan mekanisme yang berlaku. “Sudah sesuai aturan itu,” ujar Teja.
Aturanya, napi hanya boleh keluar meninggalkan rutan selama 1 x 24 jam. “Kalaupun lewat dari itu, mereka dititipkan di Lapas yang ada di sana (Jakarta),” Teja menambahkan.
Kendati demikian, Ketua ORI KPw Sultra, Mastri Susilo tidak puas atas informasi itu. Pihaknya masih akan mendalami dengan cara mengumpulkan data dari berbagai pihak, misalnya data manifest penumpang pesawat guna memastikan lama kedua napi di Jakarta.
Atas berbagai temuannya tersebut, Ombudsman juga akan melakukan koordinasi dengan KPK. Namun sebelumnya, akan melakukan klarifikasi terlebih dahulu pada Kantor Wilayah Hukum dan HAM Sultra.
“Hari Senin (5 Agustus 2019) rencana kita klarifikasi dengan Kakanwil Kumham,” jelas Mastri.
Asrun dan ADP divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor Jakarta pada 31 Oktober 2018 atas kasus korupsi berupa menerima suap Rp 6,8 miliar dari Hasmun Hamzah, Direktur PT Sarana Bangun Nusantara terkait proyek tahun jamak (multi years) pembangunan Jalan Bungkutoko-Kendari New Port tahun anggaran 2018-2020.
Keduanya dikurung penjara 5 tahun 6 bulan serta diwajibkan membayar denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan. Namun atas permintaanya, hakim mengabulkan untuk tidak ditahan di Jakarta, melainkan menjalani hukuman di Lapas Kelas IIA Kendari. (*Subh/RP/ANT)