Konawe Utara, Rakyatpostonline.com – Bayang-bayang praktik tambang ilegal kembali menyelimuti Kabupaten Konawe Utara. Di tengah upaya pemerintah menata sektor pertambangan agar lebih transparan dan berkeadilan.
Muncul dugaan kuat bahwa PT Anugrah Sakti Konstruksi (PT Askon) melakukan aktivitas penambangan tanpa dasar hukum di dalam wilayah izin usaha pertambangan (IUP) milik PT Kaci Purnama Indah (PT KPI).
Tak berhenti di situ, muncul pula dugaan konspirasi dengan perusahaan lain, PT Tataran Media Sarana (PT TMS), yang disebut menjadi simpul penting dalam rantai distribusi ore nikel dari kawasan tersebut.
Informasi yang dihimpun dari lapangan dan sumber internal memperlihatkan adanya pola kerja sistematis yang menyerupai skema tambang bayangan, di mana kegiatan produksi dilakukan di satu wilayah, tetapi hasilnya dilaporkan seolah berasal dari lokasi perusahaan lain.
Praktik ini bukan hanya menabrak aturan, tetapi juga merugikan negara, merusak tata kelola lingkungan, dan mencederai prinsip keadilan hukum di sektor minerba.
Aktivis muda sekaligus Tokoh Pemuda Konawe Utara, Uksal Tepamba, mengungkap bahwa dugaan tambang ilegal ini bukan lagi sekadar pelanggaran administratif.
“Kita sedang berhadapan dengan bentuk penyimpangan yang terstruktur. Jika benar ore dari wilayah PT KPI dialihkan ke PT TMS, maka itu bukan hanya pelanggaran teknis, tapi sudah masuk ranah konspirasi antarperusahaan,” tegasnya.
Uksal membeberkan, berdasarkan temuan visual dan pengamatan langsung, aktivitas pemuatan ore dari wilayah yang diduga sebagai area kerja PT KPI dilakukan menuju ke penimbunan milik PT TMS.
“Kami memiliki bukti video yang menunjukkan pergerakan material tambang dari lokasi tersebut. Ore yang mestinya ilegal justru ‘disulap’ seolah berasal dari perusahaan yang memiliki izin lengkap,” ungkapnya.
Menurutnya, modus seperti ini berpotensi menciptakan kesan legalitas palsu yang menyesatkan publik dan aparat pengawas.
“Di atas kertas semua tampak tertib, tapi di lapangan, negara bisa kehilangan miliaran rupiah dari pajak, royalti, dan dana bagi hasil. Ini bukan lagi kelalaian, ini permainan yang harus diusut tuntas,” ujarnya.
Uksal menegaskan bahwa pihaknya bersama sejumlah aktivis akan membawa dugaan ini ke ranah hukum nasional.
“Kami akan melaporkan resmi ke Kementerian ESDM, Kejaksaan Agung RI, KPK RI, dan Mabes Polri. Bukti visual, data administrasi, serta kronologi sudah kami siapkan. Kami juga mendesak agar Kementerian ESDM menolak penerbitan RKAB PT KPI sampai persoalan ini diselesaikan,” tegasnya.
Tak hanya soal izin tambang, Uksal juga menyoroti bahwa aktivitas di wilayah tersebut diduga kuat telah memasuki kawasan hutan tanpa izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (PPKH). Ia meminta Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) segera turun tangan dan melakukan investigasi lapangan tanpa pandang bulu.
“Jika benar ada kegiatan di dalam kawasan hutan tanpa izin, maka itu melanggar Pasal 38 ayat (3) dan Pasal 50 ayat (3) huruf g UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Jangan sampai ada pembiaran,” ujarnya menegaskan.
Secara hukum, aktivitas produksi tanpa RKAB juga jelas dilarang. Pasal 134 ayat (2) UU Minerba menyatakan bahwa setiap kegiatan pertambangan tanpa persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) merupakan tindak pidana.
Namun, praktik seperti ini kerap bersembunyi di balik dokumen kerja sama, subkontrak, atau dalih operasional proyek, sehingga sulit dideteksi tanpa pengawasan ketat.
Lebih jauh, Uksal menilai lemahnya pengawasan aparat menjadi salah satu celah yang dimanfaatkan oleh para pelaku tambang. Ia bahkan menyinggung adanya indikasi keterlibatan oknum di lapangan yang “memuluskan” aktivitas tersebut.
“Kami mencium ada pola pembiaran sistematis. Kalau aparat diam, itu sama saja dengan menjadi bagian dari permainan ini,” katanya.
Dalam konteks advokasi publik, kasus ini menjadi gambaran nyata bagaimana sumber daya alam bisa diselewengkan dengan cara yang halus namun berdampak luas.
Di satu sisi, masyarakat lokal tidak mendapatkan manfaat ekonomi yang sepadan. Di sisi lain, lingkungan rusak, pajak hilang, dan hukum kehilangan wibawa.
“Negara harus hadir. Jangan biarkan wilayah Konawe Utara menjadi laboratorium kejahatan tambang yang dibiarkan hidup. Kami akan terus mengawal kasus ini sampai ada tindakan nyata. Tidak boleh ada tambang yang kebal hukum,” tegas Uksal menutup pernyataannya.
Dugaan keterlibatan PT Askon, PT KPI, dan PT TMS dalam praktik pertambangan tanpa izin kini menjadi ujian serius bagi penegakan hukum di sektor minerba.
Publik menunggu langkah tegas dari aparat dan kementerian terkait, apakah hukum benar akan berdiri di atas kepentingan rakyat dan lingkungan, atau kembali tunduk di bawah kuasa modal. (**)
Laporan: Tim Redaksi