Usut Mafia Tambang, DPP Gempita Resmi Lapor PT Askon dan PT KPI ke Mabes Polri

Multazam, S.H

[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Teks Berita“]

Kendari, Rakyatpostonline.com – Lahan bekas eks. Inco (PT VaIe) yang merupakan IUPK gagal lelang oleh Kementerian ESDM yang saat ini menjadi sengketa sejumlah kontraktor mining yang menambang di wilayah Konawe Utara. Meski Mabes Polri bersama Polda Sultra telah beberapa kali melakukan penindakan berupa penyegelan kawasan IUP, ore dan alat berat, namun proses hukumnya cenderung tak pernah tuntas.

Dewan Pengurus Pusat (DPP) Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Pemerhati Tambang (Gempita) Multazam, S.H mengatakan, bahwa pihaknya secara resmi telah melaporkan PT Kaci Purnama Indah (KPI) dan PT Astima Konstruksi (ASKON), kedua perusahaan ini diduga melakukan aktivitas penambangan illegal di wilayah Langkikima, Konawe Utara tanpa mengantongi IUP dan dokumen lainnya sebagaimana perintah undang undang.

“Setelah melakukan penelusuran dan pengecekan di lapangan, serta by sistem dalam hal ini pada sistem MODI kami tidak menemukan nama kedua perusahaan tersebut, hal ini semakin menguatkan tentang maraknya praktik Ilegal Mining di Sultra oleh karena lemahnya pengawasan Aparat Penegak Hukum. Sangat disayangkan ada Polda Sultra terkesan melakukan pembiaran,” Ungkap Multazaman.

Lebih lanjut Multazaman membeberkan PT KPI dan PT Askon juga kami laporkan terkait adanya pemalsuan dokumen yang dilakukan keduanya dalam hal menjalankan aktivitas penambangannya di Langgikima, Konawe Utara.

“Kami juga telah melaporkan hal ini kepada Direktur Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dengan point tuntutan agar KLHK segera melakukan pemeriksaan dengan meninjau langsung lokasi dimana PT KPI disinyalir masih terus melakukan aktivitas pertambangan,”

Sehingga Gempita menduga perusahaan tersebut merambah hutan, kemudian keduanya pula diduga tidak mengantongi IPPKH, namun sangat miris saat ini PT KPI dan PT Askon disebut-sebut tengah melakukan pengapalan.

Pihaknya kembali menegaskan dengan mengingatkan bahwa jika kita merujuk pada Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 Pasal 158 yang bunyinya “Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), ini jelas dan harus ditindaklanjuti oleh Aparat Penegak Hukum,”.

“Dalam laporan kami, kami meminta untuk penanganan kasus ini dapat dilakukan dengan menjunjung tinggi asas transparansi dan asas keadilan.

“Untuk diketahui kami memasukkan 2 laporan secara bersamaan yakni surat laporan kami diterima Baresrim Polri dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI,” Tutupnya.(**)


 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *