Kendari, Rakyatpostonline.com – Tiga desa di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mendadak ramai diperbincangkan ditingkat nasioanal, Namanya tertulis ada tapi keberadaannya tak ditemukan. Sejumlah pihak menamakannya desa fiktif atau “desa hantu“ atau pula datasiluman yang tertera secara administrasi namun tak berpenghuni atau tidak ada sama sekali.
Tiga desa yang diduga fiktif di Konawe itu, adalah Desa Ulu Meraka Kecamatan Lambuya, Desa Uepai Kecamatan Uepai dan Desa Morehe Kecamatan Uepai.
Hal ini membuat tanggapan, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengatakan temuan desa fiktif di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan modus baru yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan keuangan negara. Meskipun KPK belum memiliki data yang valid tentang dugaan desa fiktif di Kabupaten Konawe, namun lembaga antirasuah tersebut berkomitmen mengawal penanganannya.
Informasi yang dihimpun menyebutkan pertengahan Tahun 2019 Polda Sultra telah memeriksa sejumlah pihak yang memiliki tanggung jawab sehubungan dengan dugaan desa fiktif di Kabupaten Konawe, bahkan mendapat pendampingan dari KPK.
“Ya, kalau sudah terjadi rekayasa atau bukan fakta sebenarnya dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum yang berpotensi melanggar hukum, sehingga harus diusut, KPK memiliki kewenangan melakukan koordinasi, monitoring dan supervisi penanganan kasus-kasus yang ditangani pihak kejaksaan maupun kepolisian,” Ungkap Agus Rahardjo di Kendari, Kamis (7/11/19).
Uang negara beredar di “desa hantu“, sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara atau daerah atas Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) yang dikelola beberapa desa di Kabupaten Konawe tahun anggaran 2016 hingga tahun anggaran 2018. Agus menduga ini siasat atau akal akalan pemerintah daerah kabupaten konawe mengenai desa fiktif di Konawe yang dilaporkan telah menerima transfer dana dari pemerintah pusat menjadi pintu masuk penyelidik untuk mengungkap secara terang benderang masalah tersebut.
“Kalau ada transfer berarti ada yang mengusulkan. Siapa yang mengusul pasti diketahui. Apa benar hanya camat yang mengusulkan tanpa sepengetahuan bupati setempat. Inilah yang harus diungkap tuntas,” ujarnya.
Jika terjadi transfer dana desa beberapa tahun lalu, namun disadari terdapat kekeliruan maka mestinya dikembalikan ke kas negara bukan menjadi silpa atau sisa lebih pembiayaan anggaran tahun berkenan setelah apa yang dikatakan Bupati Konawe, ini keliru itu cuman bahasa ocean saja.
Ketua KPK Agus Rahardjo berada di Kendari atas undangan DPRD Sultra sebagai narasumber kegiatan “Publik hearing atas rencana revisi Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pemilihan Kepala Daerah”.
Namun, hingga saat ini polisi belum menetapkan satu tersangkapun karena masih harus menunggu hasil cek fisik dan audit dari lembaga terkait.
“Belum ada penetapan tersangka karena penyidik masih menunggu hasil cek fisik dari ahli konstruksi lembaga pengembangan jasa konstruksi Sultra dan menunggu hasil audit dan perhitungan keuangan terkait kerugian keuangan negara dari BPKP Perwakilan Sultra,” Tukasnya.
(*Rakyatpostonline/M. Sahrul/Red)