Kendari, Rakyatpostonline.com – Aksi unjuk rasa digelar Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara di depan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) TMP C Kendari, Kamis (17/7/2025).
Mereka mendesak pencabutan izin Kawasan Berikat Morosi milik PT. Virtu Dragon Nickel Industry (VDNI), karena diduga melakukan pelanggaran serius selama periode 2023–2025.
Direktur Ampuh Sultra, Hendro Nilopo, menilai PT. VDNI telah berulang kali mengeluarkan barang dari kawasan berikat tanpa dokumen resmi yang diwajibkan, seperti dokumen BC 4.1 dan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang dari Tempat Penimbunan Berikat (SPPB-TPB). Ia menyebut tindakan itu sebagai bentuk pelanggaran aturan yang tidak bisa lagi ditoleransi.
“PT. VDNI bukan baru kali ini melakukan pelanggaran. Mereka sudah pernah dibekukan izinnya karena hal serupa, tapi ternyata masih diulang. Ini bukti mereka tidak menghargai aturan negara,” tegas Hendro saat dikonfirmasi usai aksi.
Menurutnya, tindakan PT. VDNI tersebut telah melanggar sejumlah regulasi, termasuk Peraturan Dirjen Bea Cukai Nomor Per-7/BC/2021 yang telah diperbarui melalui Per-30/BC/2024, serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.4/2021.
Ia mengutip Pasal 27 dalam PMK tersebut, yang secara tegas menyatakan bahwa pengeluaran barang tanpa persetujuan dari pejabat Bea Cukai akan dikenai sanksi, termasuk pembekuan izin Kawasan Berikat.
“Dari aspek regulasi, sangat jelas dan kuat bahwa pelanggaran ini bisa menjadi dasar pencabutan izin. Sekarang tinggal bagaimana sikap KPPBC Kendari, apakah berani menegakkan aturan atau tidak,” tantangnya.
Usai aksi, Ampuh Sultra juga melaporkan dugaan potensi kerugian negara akibat pengeluaran barang ilegal dari kawasan berikat oleh PT. VDNI ke Kejaksaan Tinggi Sultra.
“Untuk aspek administrasi kami dorong Bea Cukai bertindak, tapi untuk potensi korupsi dan kerugian negara, kami bawa ke Kejati,” ujar Hendro yang juga merupakan mahasiswa S2 Ilmu Hukum Universitas Jayabaya Jakarta.
Hendro menjelaskan, barang-barang yang keluar secara ilegal seharusnya tidak mendapat fasilitas pembebasan bea masuk dan pajak impor. Karena itu, seluruh barang yang dikeluarkan tanpa prosedur wajib dikenai bea masuk dan pajak keluar.
“Kalau benar tidak ada pembayaran bea masuk dan pajak, maka negara jelas dirugikan. Sekarang pertanyaannya, ke mana uang itu mengalir? Ini yang harus dibongkar oleh penegak hukum,” tutupnya. (**)
Laporan : Syaifuddin