[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Teks Berita“]
Kendari, Rakyatpostonline.com – Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra), telah menetapkan lima aktivis buruh sebagai tersangka dalam insiden pembakaran fasillitas perusahaan yang terjadi di PT. VDNI, Morosi, Konawe, beberapa waktu lalu.
Salah satu pengurus Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lumbung Informasi Rakyat Sulawesi Tenggara (LIRA Sultra), Satriadin yang diwawancarai Kamis (17/12/2020), menjelaskan, kelima aktivis itu tergabung dalam serikat SPTK yang berafiliasi dengan DPW KSPN. Mereka masing-masing yakni Ramadan yang juga Ketua KSPN, Yopi Sanjaya, Ilham Saputra, Apriaji, dan Nickson.
Penetapan tersangka itu kata Satriadin, merupakan sebuah kekeliruan oleh pihak kepolisian, karena yang kelima aktivis buruh lakukan itu, tidak masuk dalam delik yang disangkakan yakni pasal 160 KUHP dan atau pasal 216 ayat(1) KUHP.
Ia pun menduga ada upaya mengkambinghitamkan mereka yang bukan pelaku sebenarnya, dalam insiden kerusuhan berujung pembakaran fasilitas, antara lain mobil dan alat berat milik perusahaan.
Dijelaskan Gopal sapaan akrab Satriadin, ada tiga surat pemberitahuan yang masuk ke Polda Sultra untuk mengadakan aksi demonstrasi di PT. VDNI dan PT. OSS yakni dari KSPN, SPTK, dan dari SBKIM.
Dengan adanya kerusuhan, seharusnya pihak Polda Sultra memeriksa para Korlap lembaga tersebut, agar terbuka secara terang terkait pihak yang benar-benar melakukan pengrusakan atau pembakaran fasilitas perusahaan.
“Pengrusakan tidak dilakukan oleh massa aksi SPTK/KSPN. Saat kerusuhan, mereka sudah tidak di lokasi, sebab terjadi penghadangan oleh pihak perusahaan. Bahkan menurut Ramadhan, Humas dan sekuriti PT. VDNI ikut melakukan pelemparan di tengah kerumunan massa aksi,” terangnya.
Gopal pun berharap, jangan ada kriminalisasi aktivis dengan cara tidak sehat, apalagi tidak ada bukti kuat yang menunjukkan mereka adalah pelaku sebenarnya.
Menurutnya, kelima orang yang ditetapkan tersangka, dalam melakukan demonstrasi telah sesuai dengan ketentuan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, ditandai dengan adanya permintaan perundingan yang ditolak, hingga terjadinya mogok kerja.
Tuntutan yang dilontarkan saat demonstrasi juga murni dari keluhan para buruh ke Serikat SPTK dan KSPN yakni adanya beberapa karyawan yang sudah bekerja selama 2-5 tahun tapi belum diangkat jadi PKWTT. Padahal, sebagian pekerja ada yang hanya bekerja 1 tahun namun sudah diangkat.
Keluhan lain dari buruh, PT. VDNI seharusnya menaikkan gaji karyawan yang sudah bekerja selama satu tahun lebih, dengan melihat produktivitas tiap tahunnya melalui Dewan Pengupahan. Hal ini sebagaimana tercantum dalam PP Nomor 78 Tahun 2015 Pasal 42. Namun perusahaan nampak cuek dengan kewajibannya itu.
“Kelima tersangka itu adalah pejuang. Mereka tidak melakukan upaya perlawanan kepada pihak kepolisian. Polda seharusnya menangkap pelaku yang sebenarnya melakukan pengrusakan fasilitas perusahan PT VDNI dan PT OSS,” tutupnya. (**)