Haruskah Tindakan Represif, Jika Tak Mampu, Kapolda Sultra Mundur!

Almarhum Randi dan Yusuf. Tewas akibat tindakan represif kepolisian pada 26 September 2019.

[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Teks Berita“]
Kendari, Rakyatpostonline.com – Usai memperingati genap setahun mengenang tewasnya dua orang mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) mendiang Randi (21) dan Muh Yusuf Kardawi (19) ditangan oknum polisi telah menyorot persoalan klasik di Bumi Anoa.

Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kendari, Ujang Hermawan mengatakan, indonesia merupakan negara hukum, yang termasuk segala bentuk tindakan yang melanggar hukum harus mendapatkan hukuman sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

“Akan tetapi tidak dengan perbuatan pihak kepolisian yang telah merenggut nyawa dua mahasiswa, perjuangan demokrasi yang tewas pada tragedi sedarah 26 September 2019,” Ungkap, Ujang Hermawan.

Dalam aksi-aksi tersebut, selain mendatangi Rujab Kapolda Sultra hingga menggelar Unras di Mapolda Sultra untuk menyatakan protes dan meminta keadilan seadil-adilnya. Pengunjuk rasa sahabat Randi-Yusuf juga menuntut Kapolda Sultra untuk mengungkap kematian akibat tindakan refresif aparat kepolisian.

“Sehingga ini membuktikan betapa lemahnya hukum di negeri kita. Pada dasarnya adalah negara hukum. Kasus kematian randi dan yusuf adalah sederet pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang sampai pada saat ini tidak menemukan titik kebenaran,” Paparnya.

Aksi unjuk rasa HMI Cabang Kendari meminta keadilan tewasnya Randi dan Yusuf. Sabtu, (26/9/2020).

26 September adalah peringatan Tragedi Berdarah yang menewaskan dua pahlawan demokrasi (Randi dan Yusuf) dan selalu akan dikenang.

Dua pahlawan Gerakan Penolakan pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) gugur dengan menyimpan segala kenangan dan duka untuk seluruh  mahasiswa, terkhusus mahasiswa di Sulawesi Tenggara.

“Telah banyak upaya-upaya yang signifikan, sehingga sangat kuat dugaan pihak kepolisian daerah sulawesi tenggara hingga jajaran mabes polri buram akan keadilan mengungkap kasus menggelut internal. Mencoba meredam isu dari kasus kematian randi dan yusuf,” Kesannya.

Mengapa polisi masih menggunakan tindakan represif dalam penanganan masalah sosial?. Situasi ini menunjukkan paradigma polisi masih sangat diwarnai dengan pendekatan penanganan keamanan, bukan pemolisian sipil atau pemolisian masyarakat yang selalu mengedepankan keharmonisan.

“Haruskah, kami yang menjadi bulan-bulanan mereka (polisi) hingga harus menjadi uji coba tindakan kekerasan. Seharusnya, menekankan kolaborasi dan kemitraan antara masyarakat dan anggota kepolisian dalam menangani masalah sosial keamanan,” Jelasnya.

Unras HMI Kendari bersama gabungan mahasiswa berbagai universitas di kota kendari saat berada di depan mapolda sultra. Sabtu, (26/9/2020).

Untuk mencegah kekerasan antara aparat dan mahasiswa dalam unjuk rasa, polisi perlu berkomunikasi aktif dengan tokoh gerakan mahasiswa. Namun hingga saat ini penerapan itu buram dimata kepolisian.

“Hingga genap sudah setahun, kasus ini tak menemukan titik terang pengungkapan kasus Randi dan yusuf, dan belum dijatuhkan hukuman oleh kejaksaan agung dan terkesan dibiarkan  berlarut-larut,” Tambah, Ujang Hermawan.

Demonstrasi gabungan seluruh  mahasiswa sulawesi tenggara di mapolda sultra, untuk meminta keseriusan kepolisian mempresur masalah “Tragedi Sedarah”.

“Bukan menerima baik, malah menerjunkan helikopter menghalau dan membubarkan pengunjuk rasa yang berada di depan Mapolda Sultra. Akibatnya, Debu yang berhamburan di muka, mata dan telinga kami semakin memantik persoalan baru. Lihatlah kami sebagai penggerak demokrasi, bukan penggerak kerusuhan,” Keluhnya.

Penggunaan kekerasan merupakan pilihan paling murah dan mudah dalam rangka penanganan masalah sosial. Aparat di lapangan seringkali menerjemahkan perintah “Amankan” dari atasan dengan melakukan represi demi mencapai stabilitas keamanan.

Kontroversi muncul karena aparat kemudian mengesampingkan hak-hak konstitusional dan mengedepankan isu keamanan.

“Jika, Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara tak mampu menyelesaikan kasus kematian randi dan yusuf. Kami minta mundur. Sehingga, tentu ini menjadi tolak ukur kegagalan kapolda sultra, Irjen Yan Sultra sebagai putra daerah sulawesi tenggara dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai pelaksana supremasi hukum,” Tegasnya. (**)


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *