Konawe Utara, Rakyatpostonline.com – Nama Aceng kembali mencuat dan menjadi sorotan dalam berbagai skandal pertambangan ore nikel ilegal di Sulawesi Tenggara (Sultra).
Sosoknya bukanlah pemain baru dalam industri ini, melainkan salah satu aktor utama di balik sejumlah aktivitas penambangan ilegal yang merugikan negara di Bumi Anoa.
Dengan jaringan luas dan diduga memiliki koneksi kuat dengan berbagai pihak, Aceng terus bergerak di balik layar, mengendalikan bisnis pertambangan yang beroperasi di luar jalur hukum.
Salah satu skandal besar yang menyeret namanya adalah kasus penambangan ilegal di IUP PT Antam Blok Mandiodo, yang melibatkan PT Trimega Pasific Indonesia (TPI) dan KSO Basman.
Aceng diduga menjadi dalang dalam praktik jual beli ore nikel ilegal, termasuk dalam skandal yang melibatkan perusahaan eks PT Karya Murni Sejahtera (KMS 27), serta nama-nama seperti James dan Armando Pundimas (JAP).
Tak berhenti di situ, jejak Aceng kini kembali terendus di PT Toshida Indonesia, Kolaka. Ia diduga berperan sebagai kontraktor mining atau dalam skema Joint Operation (JO), yang mengendalikan pengiriman lima tongkang ore nikel dari IUP perusahaan tersebut.
Dugaan praktik “dokumen terbang” atau penggunaan dokumen palsu untuk transaksi ore nikel semakin memperkuat keterlibatannya dalam jaringan tambang ilegal yang merusak tata kelola pertambangan di Indonesia.
Menariknya, meskipun Kejati Sultra telah menyelidiki 38 perusahaan dalam kasus ini, nama Aceng tidak pernah dipanggil atau diperiksa.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang sejauh mana keseriusan Aparat Penegak Hukum (APH) dalam mengusut aktor utama di balik skandal tambang ilegal di Sulawesi Tenggara.
Rekam jejak Aceng dalam industri pertambangan ilegal ini menunjukkan bagaimana “koridor” bisnis tambang ilegal tetap berjalan dengan berbagai celah hukum yang dimanfaatkan.
Peran serta rekan bisnisnya, Heri, yang juga diduga terlibat dalam aktivitas ilegal di PT TPI dan KSO Basman, semakin menambah daftar panjang praktik penambangan ilegal yang belum tersentuh hukum.
Kasus ini sekali lagi menyoroti lemahnya pengawasan di sektor pertambangan Indonesia. Dengan keberadaan figur seperti Aceng yang masih bebas beroperasi, sektor ini terus menjadi ladang bagi praktik ilegal yang merugikan negara dan lingkungan. (**)
Laporan : Muh. Sahrul