Dr. Jabar Rahim Sebut Kasus Pawai Budaya di Kendari Tidak Memenuhi Unsur Pidana

[responsivevoice_button voice=”Indonesian Male” buttontext=”BACAKAN“]

Kendari, Rakyatpostonline.com – Dalam sidang lanjutan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Kendari, Hari Selasa tanggal 12 April 2022, sekitar pukul 16.00 WIB yakni mendengarkan keterangan ahli pidana dalam kasus pidana penghasutan pasal 160 KUHP Terkait Kasus Pawai Budaya yang berakhir kerusuhan antar oknum ormas yang terjadi sebelumnya. Kamis, (16/12/2021) di Kendari beach lalu.

Dimana dalam keterangan ahli pidana terdakwa Dr. Jabar Rahim, SH. MH membacakan dan menjelaskan 6 point yakni ;

1. Pasal 160 KUHP “unsur-unsur pidana sebagai berikut ;
a. Setiap orang/barang siapa
b. Di muka umum
c. Tulisan dan lisan
d. Menghasut
e. Melakukan kekerasan
f. Penguasa umum
g. Maksud hasutan

2. Dalam kasus ini tidak terpenuhi unsur pidana formil maupun materilnya, dimana dalam kajian ahli secara normatif bahwa surat undangan, baik konten video, percakapan, para terdakwa tidak ada upaya perkataan dengan upaya menghasut para peserta pawai untuk melakukan tindak pidana, seperti apa hal yang di tuduhkan oleh penyidik POLDA sulawesi tenggara, dimana kekerasan, pengrusakan terjadi akibat dari penghasutan dari pihak penyelenggara pawai budaya tolaki.

3. Ahli berpendapat bahwa” dalam keterangan ahli pidana, pemeriksaan di pengadilan negeri kendari, tanggal 12 april 2022 menjelaskan secara keilmuan hukum pidana dan merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 7/PUU-VII/2009 tentang penghasutan, bahwa putusan mahkamah konstitusi ini mengarahkan syarat penghasutan harus ada yang terhasut untuk melakukan kekerasan, dan pengrusakan atau tindak pidana lainnya.

Lebih lanjut, sedangkan terjadinya kekerasan kerusuhan, dan pengrusakan, para pelaku tidak mengakui bahwa tidak ada ajakan, hasutan, terhadap pelaku untuk melakukan tindak pidana oleh para penyelenggara atau panitia pawai budaya tolaki.

4. Ahli berpendapat bahwa sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 7/PUU-VII/2009, Pasal 160 KUHP yang mengatur penghasutan sebagai delik formil. Artinya, perbuatan penghasutan itu bisa langsung dipidana tanpa melihat ada tidaknya akibat dari penghasutan tersebut.

5. Dalam aspek ilmu kriminologi mensrea dan actus reus pun tidak terpenuhi, mens rea dalam kajian hukum pidana, harus mendahului sebelumnya terjadi tindak pidana, mens rea merupakan niat pelaku sebelum melakukan tindak pidana, mens rea harus terbentuk dengan memiliki waktu yang cukup sebelum melakukan tindak pidana, sedangkan actus reus merupakan perbuatan pidana yang dilakukan seseorang.

6. Sehingga ahli berpendapat segala tuntutan jaksa sangat cacat hukum tidak bisa dilanjutkan, harus di nyatakan bebas dari tuntutan hukum.
Dalam keterangan saksi ahli pidana itu sangat meringankan terdakwa. Dimana Dr. Jabar Rahim, SH. MH sendiri adalah salah satu dosen tetap di perguruan tinggi UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH Kendari(UMK).

Hal ini dibenarkan oleh kuasa hukum terdakwa yakni ketua tim Andre Darmawan,SH,MH dan Sabri Guntur,SH,MH mengatakan “bahwa keterangan ahli pidana ini sangat membantu dan meringankan terdakwa untuk membebaskan diri dari segala tuntutan pidana penghasutan pasal 160 KUHP.

Untuk itu kami selaku kuasa hukum terdakwa memohon yang mulia majelis hakim untuk memasukkan keterangan ahli pidana terdakwa sebagai bahan pertimbangan untuk memutuskan perkara seadil-adilnya”, imbuhnya. (**)


 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *