Stabilitas dan Kekayaan Hutan Sultra Terancam, Alumni Kehutanan UHO: Satukan Barisan

Yayat Nurkholid.

[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Teks Berita“]

Kendari, Rakyatpostonline.com – Dalam kaca mata pemerintahan, hutan merupakan suatu wilayah strategis, di dalamnya terdapat berbagai sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan negara.

Karena itu, dalam pengelolaan sumber daya hutan tersebut, Pemerintah melalui Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memiliki mandat untuk memberikan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Hal ini menjadi amanah yang tercantum dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yaitu “Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Menanggapi ini, Yayat Nurkholid selaku alumni mahasiswa Kehutanan Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, menganggap bahwa pemerintah belum menjalankan amanah undang-undang, dalam mengelola kawasan hutan secara maksimal.

“Justru stabilitas dan kekayaan hutan khususnya di Sulawesi Tenggara (Sultra) ini kian terancam,” ucapnya saat diwawancarai Senin (28/2/2022).

Belum maksimalnya kinerja pemerintah kata Yayat, dibuktikan dengan maraknya pertambangan dan perkebunan sawit di Sultra, namun masih banyak rakyat kecil yang berteriak, akibat hutan di sekitarnya di kelola habis-habisan. Apalagi kegiatan tersebut tidak membuahkan hasil sebagaimana yang diharapkan masyarakat.

“Masyarakat melihat pohon ditebang digantikan oleh kelapa sawit, masyarakat melihat hutan tak lagi hijau melainkan kuning akibat penambangan, lalu masyarakat berteriak meminta sesuatu yang mestinya menjadi haknya. Itu artinya, pengelolaan hutan yang dilakukan oleh koorporasi yang diberikan izin oleh pemerintah belum maksimal,” ujar Yayat Nurkholid.

Disisi lain, Mantan Ketua Umum HMI Komisariat Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan ini menyampaikan bahwa luasan kawasan hutan yang mencapai 61% dari total daratan Sultra, dengan berbagai sumber daya alam di dalamnya, mestinya dapat memberikan kemerataan ekonomi bagi masyarakat.

Khususnya bagi masyarakat yang tinggal di wilayah Izin Usaha Pemanfaat Kawasan Hutan, terlebih setiap hari luasan hutan terus berkurang akibat aktivitas penambangan dan perluasan kebun sawit.

Dijelaskannya lebih dalam, kawasan hutan Sultra berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2020, tercatat seluas 2,34 juta hektar. Sementara luas total daratan Provinsi Sultra hanya 3,81 juta hektar. Artinya, kawasan hutan mencapai 61 %.

Ketika sumber daya alam di dalamnya dikelola dengan baik dan maksimal kata Yayat, maka bisa dipastikan kemerataan ekonomi masyarakat di sekitar wilayah Izin usaha pemanfaat kawasan hutan bisa terwujudkan. Jadi tidak hanya hutan yang berkurang setiap harinya.

Yayat pun berharap, alumni kehutanan UHO bisa mulai konsolidasi, menyatukan persepsi, merapatkan barisan untuk berkontribusi dan berperan aktif, dalam pengawasan pengelolaan kawasan hutan, demi terwujudnya pemerataan ekonomi dan kelestarian hutan di Sultra.

Menurutnya, di Sultra ada banyak perusahaan sawit dan banyak sekali tambang, mulai dari yang legal sampai ilegal. Itu bukan hanya berpotensi meningkatkan perekonomian masyarakat dan daerah, tetapi juga berpotensi mengancam stabilitas dan kelestarian hutan.

Bahkan konsekuensinya adalah bencana alam ketika pengelolaannya tidak berlandaskan prinsip kelestarian hutan, terlebih mereka yang ilegal. Olehnya itu, Yayat berharap agar alumni Kehutanan UHO bisa mulai konsolidasi.

“Sebab hari demi hari kawasan hutan di Sultra terus berkurang akibat aktivitas penambangan dan perluasan kebun sawit, selain itu alumni kehutanan UHO juga harus berpartisipasi untuk mewujudkan kemerataan ekonomi dan kelestarian hutan di Sultra,” tutup Yayat. (**)


 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *