Hukrim  

Jatam dan TAPaK Desak Kejagung Usut Korupsi Tambang Ilegal PT GKP di Pulau Wawonii

Kondisi dampak kerusakan ekologis pada pemukiman masyarakat akibat dugaan pertambangan ilegal yang dilakukan PT Gema Kreasi Perdana (GKP), anak usaha Harita Group, di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara.

Konawe Kepulauan, Rakyatpostonline.com – Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) bersama Tim Advokasi Penyelamatan Pesisir dan Pulau Kecil (TAPaK) mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk segera menyelidiki dugaan korupsi terkait operasi dugaan pertambangan ilegal yang dilakukan PT Gema Kreasi Perdana (GKP), anak usaha Harita Group, di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara.

Tuntutan ini disampaikan dalam aksi mereka di kantor Kejagung pada Kamis, 14 Mei 2025. Jatam dan TAPaK menilai aktivitas tambang GKP terus berlangsung meski Mahkamah Agung telah membatalkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) perusahaan tersebut.

Ironisnya, sejumlah lembaga negara seperti Kementerian Kehutanan, KLHK, Kementerian ESDM, serta aparat kepolisian, justru diduga terlibat dalam perlindungan terhadap operasi ilegal tersebut.

Baca Juga :  Forkam HL Sultra Desak Tindak Tegas Penambang Ilegal PT Rajawali di Konawe Utara

Berdasarkan analisis data masyarakat dan pantauan lapangan hingga Mei 2025, tercatat sebanyak 116 kapal tongkang berkapasitas 8.000 ton telah mengangkut nikel dari kawasan pertambangan GKP secara ilegal.

Estimasi kerugian negara akibat ekspor ini mencapai Rp261 hingga Rp276 triliun, angka fantastis yang seharusnya menjadi pemasukan negara jika aktivitas dilakukan secara sah.

Selain kerugian ekonomi, kerusakan lingkungan juga menjadi sorotan. Deforestasi yang diakibatkan operasi tambang GKP melonjak drastis pada tahun 2024 dan 2025, masing-masing mencatat kehilangan hutan seluas 62,66 hektar dan 188,94 hektar.

Baca Juga :  Negara Rugi Rp276 Triliun, Ini Alasan PT GKP Terus Menambang di Pulau Wawonii

Hal ini berdampak langsung pada ekosistem, kualitas air, serta mengganggu kehidupan masyarakat lokal.

Direktur Walhi Sultra, Andi Rahman, mengkritisi penghargaan PROPER Biru yang diberikan KLHK kepada GKP, menyebutnya sebagai bentuk pengabaian terhadap fakta-fakta kerusakan ekologis dan pelanggaran hak masyarakat.

Ia menegaskan bahwa masyarakat Pulau Wawonii kini menghadapi krisis air bersih, kehilangan mata pencaharian, serta hidup dalam ketakutan karena ancaman kriminalisasi.

Sementara itu, Hendry Drajat selaku Manager Strategic Communication PT GKP mengklaim perusahaan memiliki seluruh perizinan lengkap, mulai dari IUP, RKAB hingga IPPKH, serta menyebut adanya miskomunikasi dalam insiden penutupan akses tambang oleh Pemkab Konawe Kepulauan.

Baca Juga :  Forkam HL Sultra Desak Tindak Tegas Penambang Ilegal PT Rajawali di Konawe Utara

Namun pernyataan itu dibantah oleh Wakil Ketua DPRD Konkep, Sahidin, yang menyebut GKP telah melakukan pembangkangan terhadap kebijakan pemerintah daerah dengan membuka paksa segel jalan tambang.

Jatam dan TAPaK menegaskan bahwa Kejagung harus bertindak tegas terhadap dugaan praktik korupsi dalam sektor pertambangan ini, serta menindak seluruh pihak yang terlibat dalam upaya melindungi aktivitas tambang ilegal GKP.

Pihaknya juga meminta Harita Group bertanggung jawab atas tindakan anak usahanya yang dinilai melanggar hukum dan merusak lingkungan hidup serta kehidupan sosial masyarakat Pulau Wawonii. (**)


Laporan : Muh. Sahrul

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Hubungi Admin!