[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Teks Berita“]
Konawe, Rakyatpostonline.com – Salah satu perusahaan yang bergerak dalam penambangan nikel, PT. ST Nickel Resources, beroperasi di Desa Amesiu, Kecamatan Pondidaha, sebelumnya diadukan ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Konawe, karena diduga melanggar sejumlah aturan, antara lain tidak mempunyai alat timbang dan izin penggunaan jalan.
Atas desakan masyarakat, kemudian dilakukan hearing pada Rabu, (25/11/2020), di Gedung DPRD Konawe. Sejumlah warga bersama Komisi 2 DPRD dan instansi terkait, hadir dalam kegiatan itu.
Dalam hearing, diperoleh kesimpulan pemberhentian sementara aktivitas PT. ST nickel. Selain karena tidak mempunyai alat timbang dan izin penggunaan jalan yang sebelumnya diadukan, perusahaan juga tidak melengkapi dokumen kendaraan di Sat Lantas Polres Konawe. Kesimpulan hasil hearing tersebut diperkuat dengan penandatanganan surat oleh pimpinan rapat, Sudirman, SE.
Meski terbilang mulus ditandai dengan hasil hearing, masyarakat bersama Konsorsium Aktivis dan NGO Konawe Bersatu (AMB), kembali melakukan aksi di Desa Amesiu pada Rabu (2/12/2020).
Korlap massa, Jaiman yang ditemui di lokasi demonstrasi, menyesalkan hasil hearing pada 25 November lalu di gedung DPRD Konawe. Pasalnya, kesimpulan rapat oleh lembaga legislatif pun terkesan diabaikan pihak perusahaan. PT. ST Nickel masih melakukan aktivitas hauling tengah malam.
Jaiman pun memaparkan, jika dugaannya benar, maka PT. ST Nickel jelas melanggar beberapa aturan yaitu Pasal 134 Ayat 2 Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba). Perusahaan juga melanggar Pasal 50 Ayat 3 Huruf G dan Pasal 38 Ayat 3 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Dalam ketentuan itu, disebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang dalam kawasan hutan, tanpa melalui pemberian IPPKH yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.
”Kegiatan usaha pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada tempat yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan, sebelum memperoleh izin dari instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” ungkapnya.
Senada dengan itu, Ketua Bidang Lingkungan dan Kehutanan NGO Konawe Bersatu, Muh. Andriansyah menuturkan, data yang dipegangnya dari KLHK, terkait PT. ST Nickel, menyebut bahwa pihak perusahaan belum mengantongi IPPKH.
“Padahal telah jelas diatur dalam UU tentang Kehutanan bahwa setiap aktivitas yang memasuki kawasan hutan harus mengurus izin yang dikeluarkan langsung oleh Kementerian Kehutanan dan IPPKH. Tapi Sampai saat ini PT. ST Nickel masih tetap melakukan aktivitas pengolahan dan penjualan ore nikel tanpa mengantongi izin,” Pungkasnya. (**)