Revisi UU Minerba Sah, Selamat Menikmati Produk RUU Omnisbus Law

*Asrul Rahmani.

[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Teks Berita“]
Dengan disahkannya UU minerba dengan itu pula mengubah tatanan kebijakan yang semula dari kebijakan Bupati, gubernur,hingga kebijakan pemerintah pusat mampu merebut mimpi daerah dalam mengelola pajak disektor pertambangan.Hal ini diungkapkan Asrul Rahmani Selaku Presidium Kapitan Sultra.

Revisi ini dianggapnya bagian dari jelmaan RUU Omnis law yang semula untuk mematikan kekuasaan penuh daerah dalam melaksanakan perintah PP No.23 tentang Pemerintahan Daerah. Ini merupakan bagian langkah terselubung pemerintah pusat untuk menguasai sumber pendapatan daerah olehnya itu pemerintah pusat berupaya semaksimal mungkin memenuhi hasrat mereka yang begitu ambisius dan ditopang penuh dari unsur legislatif sebagai penentu kebijakan yang pro kontra itu . Hal ini dilakukan untuk mengambil semua nilai Ekonomis dari pendapatan asli daerah disektor Pertambangan.

Sungguh Ironis dengan keberhasilan rancangan ini, sehingga bisa mematahkan semangat daerah dalam usaha memajukan daerahnya dari sisi nilai produktifitas pendapatan daerah.bagaimana tidak dengan lahirnya Revisi UU minerba itu,daerah bisa dikategorikan sebagai pemilik rumah namun hingga akhirnya merasa asing dengan isi rumah yang ia tempati.Kini Daerah hanya dijadikan ajang tempat brcocok tanam namun hasil yang didapatkan akan dibawa dan digunakan sepenuhnya oleh pemerintah pusat.itulah sekilas realita yang terjadi setelah disahkannya UU minerba ini yang juga merupakan perpanjangan dari kepentingan RUU Omnis law.

Namun disisi lain kebijakan pemerintah pusat ini menjadi harapan baik,juga sebagai dasar bagi pengusaha serta investor disektor pertambangan untuk tidak mentaati intervensi daerah lagi dalam bentuk aturan perda maupun pergub .bagaimana tidak dengan disahkannya UU minerba ini segala kewenangan serta aturan yang dibuat terkait kebijakan pertambangan oleh pemerintah daerah yang mayoritas dinilai pengusaha sebagai penghambat investasi kini dengan sendirinya menjadi lemah bahkan gugur dengan seiring berlakunya aturan tersebut.

Daerah dipaksakan untuk menjadi pelabuhan muara kepentingan pusat,tanpa mengedepankan sisi aspek kerusakan lingkungan, aspek sosial kemasyarakatan,dan juga aspek pendapatan pajak asli daerah. Dengan begitu daerah bisa disimpulkan sebagai projek area lahan kepentingan,namun berbicara kontribusi daerah hanya sebagai penopang yang dianalogikan sebagai wadah mesin ATM yang sifatnya hanya sebagai penyedia belaka.

Itulah rentetan jejak negatif yang dihasilkan oleh kebijakan pusat, sebagai warna hitam juga sebagai renungan bagi daerah dalam menentukan sikap dan perilaku terhadap pusat sebagai penikmat,dan daerah sebagai penonton dirumah sendiri.


OLEH : Asrul Rahmani
Penulis Adalah Presidium Kapitan Sultra

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *