PT KMS 27 Sebut LSM Keliru Soal Tuntutan Pencabutan IPPKH

[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Teks Berita“]

Kendari, Rakyatpostonline.com – PT Karya Murni Sejati (KMS) 27 diwakili dua kuasa hukumnya, Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D, dan Muhamad Raziv Barokah, S.H., M.H, dalam keterangan tertulisnya, angkat bicara adanya serangan pada pihak perusahaan.

Dalam keterangannya, kuasa hukum menyebut bahwa desakan berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) agar Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) milik PT. KMS 27 dicabut, itu merupakan tindakan keliru.

Pasalnya, argumentasi yang menyatakan IPPKH PT. KMS 27 harus dicabut untuk menjalankan Putusan 225 K/TUN/2014 dan Putusan 77 K/TUN/2013 adalah dalil yang tidak berdasar dan mengada-ngada.

“Kami menyarankan agar pihak-pihak tersebut membaca dengan objektif dan seksama, karena dari kedua putusan tersebut, sama sekali tidak ada yang memerintahkan untuk mencabut IUP OP atau pun IPPKH PT KMS 27,” ucap kuasa hukum secara tertulis ke Redaksi Rakyat Post. Jumat, (11/03/2022).

Dijelaskan, Putusan 225 K/TUN/2014 hanya menghidupkan kembali IUP OP PT. Antam Tbk yang sempat dicabut berdasarkan Keputusan Bupati Konawe Utara (Konut) Nomor 82 Tahun 2012.

Namun hal tersebut tidak serta-merta dapat dianggap secara otomatis, mencabut IUP OP apalagi mencabut IPPKH PT. KMS 27, karena tidak menjadi objek dalam perkara 225 K/TUN/2014.

Lanjutnya, dalam kaidah umum hukum administrasi negara, pencabutan sebuah izin melalui Putusan Pengadilan harus dinyatakan dengan jelas dalam amar putusan yang memerintahkan untuk mencabut suatu izin.

“Sekali lagi, Putusan 225 K/TUN/2014 tidak terdapat amar yang memerintahkan untuk mencabut IUP OP dan IPPKH PT KMS 27,” tegasnya.

Akibat hukum dari putusan 225 K/TUN/2014, menjadikan IUP OP PT. Antam menumpang dan menindih IUP OP PT. KMS yang telah lebih dulu ada, bahkan memiliki Sertifikat CNC terlebih dahulu.

Oleh sebab itu, mekanisme penyelesaian yang tepat menurut hukum adalah masing-masing pihak melakukan penciutan sesuai dengan Permen ESDM 43/2015 juncto Keputusan Menteri ESDM Nomor 15 Tahun 2020.

Oleh sebab itu, pemikiran yang serta merta menyatakan IUP OP dan IPPKH PT. KMS 27 secara otomatis tercabut adalah pemikiran yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sangat tidak adil, dan tidak objektif.

Argumentasi kedua yang dianggap keliru yakni ingin mencabut IUP OP dan IPPKH PT KMS 27, mendasar pada Keputusan Bupati Konawe Utara Nomor 5 Tahun 2010 (SK 5/2010) yang mencabut seluruh izin di Blok Mandiodo (kecuali Antam).

“SK 5/2010 dianggap telah dikuatkan berdasarkan Putusan 77 K/TUN/2013. kami nyatakan dengan tegas bahwa pendapat tersebut adalah keliru dan dibuat-buat,” terangnya.

Diungkapkan, sebagaimana amar putusan 77 K/TUN/2013, sama sekali tidak ada amar yang memperkuat SK 5/2010. Amar putusan tersebut hanya mencabut Keputusan Bupati Konawe Utara Nomor 154 Tahun 2011 tentang Pembatalan Keputusan Bupati Nomor 78 tahun 2010.

Pihak kuasa hukum pun menyebut, tidak ada sedikitpun amar yang menyinggung maupun memperkuat SK 5/2010. Bahkan sebaliknya, SK tersebut sudah dicabut dan dibatalkan. Hal itu diperkuat dengan empat produk hukum yang masih berlaku hingga saat ini.

Pertama Putusan MA Nomor 129 K/TUN/2011. Kedua, Keputusan Bupati Konawe Utara Nomor 153 Tahun 2011. Ketiga, dikuatkan dengan Putusan MA Nomor 05 K/TUN/2013. Keempat, Keputusan Bupati Konawe Utara Nomor 72 tahun 2012.

Berdasarkan penjelasan di atas, alih-alih SK 05/2010 dikuatkan dengan Putusan 77 K/TUN/2013, justru sebaliknya bahwa SK 05/2010 yang menjadi dasar terbitnya IUP OP Antam, telah dibatalkan berdasarkan berbagai produk hukum, mulai dari keputusan pemerintah hingga Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Kemudian terkait surat Nomor T-1502/MB.04/DJB.M/2021 yang menyatakan IUP OP PT. KMS 27 tidak dapat dijadikan dasar untuk melakukan kegiatan penambangan adalah keliru, berdasarkan pada dua putusan yang telah dijelaskan.

“Kami juga mengajak semua pihak untuk merenungkan dan memikirkan kembali, apakah surat tersebut layak disebut sebagai Keputusan Tata Usaha Negara,” ucapnya penuh tanya. (*Redaksi)


 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *