Soal PBM, Syahbandar UPP Lapuko Wilayah Torobulu Diduga Main Mata dengan PT. WIN

Agustinus, S.H

[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Teks Berita“]
Konawe Selatan, Rakyatpostonline.com – Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) merupakan wilayah dengan potensi ore nikelnya yang melimpah. Kondisi ini dimanfaatkan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan yakno PT. Wijaya Inti Nusantara (WIN).

Berdasarkan Investigasi Biro Pertambangan DPW JPKP Sultra, PT. WIN memberdayakan Perusahaan Bongkar Muat (PBM) buat masyarakat lingkar tambang, meliputi tiga desa di Kecamatan Laeya dan tiga juga di Palangga.

“Dari Keenam desa itu, masing- masing 1 giliran PBM, terkecuali Desa Torobulu mendapatkan 2 giliran PBM,” ungkap Kepala Biro Pertambangan DPW JPKP Sultra, Agustinus, SH., Kamis, (26/11/2020).

Meski demikian, Agustinus menjelaskan, praktek pemberdayaan PBM oleh PT. WIN itu, diduga melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 152 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang Dari dan Ke Kapal.

Menurut Agustinus, ada dugaan keganjilan terhadap implementasi dari peraturan menteri tersebut. Dalam Pasal 6, dijelaskan bahwa izin usaha bongkar muat barang sebagaimana dimaksud pada ayat 2, diberikan setelah memenuhi persyaratan administrasi & persyaratan teknis.

Pada ayat 6, PBM yang melakukan kegiatan, harus terdapat didalamnya minimal 1 orang tenaga ahli dengan kualifikasi ahli nautika atau ahli ketatalaksanaan pelayaran niaga, dengan pengalaman kerja mulai 1 hingga 3 tahun.

Meski PBM yang bermitra dengan PT. WIN itu acuh terhadap Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 152 Tahun 2016, namun Syahbandar Unit Penyelengara Pelabuhan (UPP) Lapuko Wilayah kerja Torobolu, diduga tak ambil tindakan dan hanya melakukan pembiaran.

Padahal, PBM mitra PT. WIN itu, melakukan aktivitasnya selama 3 tahun, sejak tahun 2017, tanpa mengindahkan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 152 tahun 2016.

“Besar dugaan kami bahwa pihak penyelenggara pelabuhan ikut terlibat alias main mata dalam kegiatan bongkar muat,” ujar Agustinus.

Disisi lain, salah seorang Perwakilan Syahbandar Unit Penyelengara Pelabuhan (UPP) Lapuko Wilayah kerja Torobolu, Rahman Saliha.S.sos., yang dikonfirmasi melalui aplikasi whatsapp, membenarkan bahwa syarat berdirinya PBM itu yakni adanya tenaga ahli nautika.

Fungsi tenaga ahli itu sebagai loading master atau master jetty. Dalam syarat permohonan rekomendasi, tenaga ahli itu harus dilampirkan dan dilaksanakan verifikasi, setelah itu terbitlah rekomendasi syahbandar.

“Namun di Peraturan Menteri Nomor 20 tentang Terminal Khusus (Tersus), perusahaan tambang berhak untuk menggunakan atau tidak menggunakan PBM,” ujarnya.

Menurut Rahman, dalam kasus PT. WIN, perusahaan itu memilih menggunakan PBM, maka ada kontrak kesepakatan kerja antara perusahaan tambang dan PBM, salah satunya bahwa loading master dan master jetty disiapkan oleh perusahaan tambang yakni PT. WIN.

“Jadi ngapain lagi ada ahli ant IV dari PBM? mau jadi penonton? terus ijasah ant IV kalau tidak digunakan mending jadi nahkoda kapal bos lebih mapan,” ketus Rahman dalam pesan whatsappnya.

Lanjutnya, di tambang itu ada namanya pemberdayaan masyarakat lokal atau sekitar dan banyak juga yang kritis, tapi ia berpesan, kritik yang disampaikan jangan sampai merugikan orang kecil.

“Jadi sebelum berkoar-koar sampai katakan pembiaran, pelajari dulu situasinya bagaimana teknis dan pelaksanaannya. Jadi tidak usah diungkit-ungkit yang kecil karena itu teman-teman sekitar perusahaan yang bisa mereka perdayakan itu tidak mempunyai basic dan skill, dari pada jadi penonton dan pendengar,” tutupnya. (*TIM)


 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *