Ketegasan Pemimpin Kepada Aliansi Politik Hadapi COVID-19

La Ode Farhan.

[responsivevoice_button rate=”1″ pitch=”1″ volume=”0.9″ voice=”Indonesian Female” buttontext=”Klick Bacakan Berita“]
Genderang perang global telah ditabuh dengan begitu kuat dari negeri tirai bambu, berkumandang ke seluruh dunia tanpa pilah-pilih. Daya virulensi COVID-19 begitu tinggi hingga kiranya sanggup mengguncang setiap negara dari segala aspek, tanpa terkecuali aspek politik. Bahkan pemerintah pusat telah mengantongi beberapa nama daerah yang tidak cepat tanggap baik secara aturan dan implementasi lapangan terhadap penanganan COVID-19 di daerahnya. Tentunya hal ini memiliki sebuah konsekuensi logis, apakah berujung suka atau duka, kepentingan rakyat dan tenaga medis adalah yang utama.

Situasi perang yang biasa menuntut strategi yang tidak biasa. Apalagi situasi perang yang tidak biasa seperti saat ini, yaitu kita menghadapi musuh yang tidak kelihatan dengan mata normal. Tentunya strategi “out of the box” dan aggresive menjadi alternatif yang harus ditempuh oleh setiap pemangku kebijakan di setiap daerah. Bagaimana dengan Sulawesi Tenggara? Apa saja strategi pamungkas dari para pemangku kebijakan kita untuk melawan bala tentara musuh yang mobilisasinya berpacu waktu dan udara serta sanggup mengirim nyawa ke liang lahat tanpa pamit.

Semenjak pertengahan maret yang lalu, dana tak terduga sebesar 3 Miliar telah tersalurkan ke leading sector sekaligus panglima perang melawan COVID-19 yaitu Dinas Kesehatan Provinsi. Bagaimana tata kelola dana tersebut tentunya dapat dijadikan sebagai parameter sederhana untuk menerjemahkan cara berfikir pemerintah. Berdasarkan keterangan Plt. Kadis kesehatan, dana tersebut masih tersisa 1,6M lebih di kas Bank Sultra. Lantas, apakah tersisanya anggaran tersebut adalah prestasi yang harus di abadikan? Atau malah sebaliknya? Serapan dana yang tidak efektif dan lambat tersebut memicu gelombang tanya di kalangan masyarakat atau lebih kejamnya lagi kelambatan ini menuntut tumbal yaitu korban nyawa yang terus menerus berjatuhan.

Mengapa dana yang tersedia tidak segera di alokasikan untuk keperluan urgent dan mendesak? Malah hanya berpangku tangan dalam membelanjakan anggaran yang sudah ada dan terus menunggu bantuan dari pihak ketiga yang hari ini bisa dikatakan cukup berlimpah. Kini bantuan yang berlimpah tersebut pun perlu dipastikan lagi agar terdistribusi secara proporsional dan tidak tertimbun oleh karena kelambatan dari sang panglima. Alokasi penyaluran bantuan perlu mempertimbangkan berbagai aspek diantaranya status transmisi lokal, jumlah ODP, PDP, OTG, konfirmasi positif serta potensi eskalasi COVID-19 di setiap daerah.

Tenaga medis di perifer terus meraung akan kekurangan masker bedah, sementara masker bedah sebanyak 6000 pcs yang diperuntukkan untuk tenaga medis malah dibagikan bebas ke masyarakat. Masker yang diperuntukan kepada masyarakat adalah masker kain, bukan masker bedah. Sebab masker bedah adalah masker sekali pakai sedangkan masker kain dapat dicuci kembali dan dipakai berulang-ulang. Kekalutan sang panglima sungguh terpampang dengan nyata, peluru yang di tembakkan sudah mulai tidak tentu arah. Apakah ini adalah sebuah tindakan perlindungan diri sendiri dari sang panglima? Atau untuk kebaikan rakyat? Wallahu alam.

Gubernur Sulawesi Tenggara sekaligus jenderal perang adalah sosok yang visioner serta santun hingga nampak elok dalam setiap keputusan yang di ambilnya. Misalnya saja refocusing dan realokasi APBD yang langsung disetujui oleh legislatif sebesar 500M ditempuh tanpa hambatan yang berarti, artinya konstelasi politik begitu sejuk untuk menghadapi COVID-19 ini.

Terpilihnya beliau pada periode kedua di bumi anoa kali ini merupakan wujud akan kerinduan publik akan sosok figur pemimpin yang tegas dan amanah. Masyarakat tentunya memiliki toleransi yang sangat tinggi untuk mengerti bahwa sudah seyogyanya jika dibelakang beliau terdapat aliansi politik yang menyokong fondasi pemerintahan. Namun, apakah aliansi politik tersebut perlu dipertahankan ketika kekalahan di medan perang sudah menanti di depan mata? Mandeknya strategi di bawah komando panglima perang tidak sepadan dengan gugurnya nyawa rakyat kita, jelas ini sangat tidak apple to apple. Ketegasan sang jenderal semestinya hadir untuk menghilangkan kegusaran prajurit dan rakyatnya. **

Oleh: La Ode Farhan
Ketua, EW LMND SULTRA
Eksekutif Wilayah
Liga Mahasiswa Nasional untuk
Demokrasi Sulawesi Tenggara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *