Kendari, Rakyatpostonline.com – Di tengah semarak wacana hilirisasi minerba sebagai prioritas pembangunan nasional, suara kritis dari masyarakat sipil menggema kuat dalam Seminar Nasional “Kajian Strategis Energi dan Hilirisasi dalam Mendukung Pembangunan Nasional” yang diselenggarakan oleh Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Daerah (LP2D), di Kendari, Senin, 19 Mei 2025.
Dalam forum tersebut, dua dokumen penting diserahkan langsung kepada para pemangku kebijakan sebagai bentuk protes dan panggilan moral atas dampak yang ditimbulkan oleh ekspansi industri ekstraktif di Sulawesi Tenggara.
Dokumen berupa booklet berjudul “Mengabaikan Reklamasi, Menghancurkan Masa Depan: Waktunya Bertanggung Jawab!” serta policy brief “Sisi Gelap Industri Ekstraktif dan Perkebunan Kelapa Sawit di Sulawesi Tenggara” diberikan kepada Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, Drs. Asrun Lio, M.Hum., Ph.D.

Serta kepada, Dr. Irwanuddin H.I. Kulla, Ph.D. (Tenaga Ahli Menteri ESDM Bidang Nuklir RI), dan Dr. Ir. Musri, MT. (Anggota Dewan Energi Nasional RI). Penyerahan ini menjadi simbol perlawanan atas praktik pembangunan yang dinilai mengabaikan aspek ekologis dan sosial.
“Kami tidak menolak pembangunan, tetapi kami menolak pembangunan yang menghancurkan,” tegas Kisran Makati, Direktur PuSPAHAM Sultra, sekaligus perwakilan Koalisi Sulawesi Green Voice.
Kisran menjelaskan bahwa kedua dokumen tersebut merinci dampak masif dari ekspansi tambang dan kawasan hilirisasi, terutama di wilayah Konawe Raya, Kolaka, dan Bombana. Ia mengungkapkan adanya deforestasi, pencemaran sungai dan tanah, serta lubang bekas tambang yang tidak direklamasi.
Disisi lain, masyarakat lokal kehilangan lahan, mengalami penggusuran, dan bahkan kriminalisasi saat berjuang mempertahankan ruang hidup mereka.
Ironi besar lainnya, menurut Kisran, adalah ketergantungan kawasan industri hilirisasi pada PLTU berbahan bakar batu bara. “Alih-alih mendorong transisi energi, hilirisasi justru melahirkan sumber emisi baru,” ujarnya.
Melalui forum tersebut, Koalisi Sulawesi Green Voice menyampaikan lima tuntutan strategis kepada pemerintah pusat dan daerah:
- Evaluasi menyeluruh terhadap hilirisasi yang tidak inklusif.
- Reklamasi dan pemulihan lingkungan sebagai kewajiban pasca tambang.
- Penghentian kriminalisasi terhadap pembela lingkungan dan HAM.
- Perlindungan wilayah kelola rakyat dan penghidupan lokal.
- Transformasi arah hilirisasi agar adil secara ekologis dan sosial.
Kisran menutup dengan seruan tegas bahwa pembangunan sejati adalah yang melindungi kehidupan dan bukan yang mengorbankan masa depan demi keuntungan sesaat.
Penyerahan dokumen ini diharapkan menjadi pengingat keras agar hilirisasi tidak menjadi bom waktu bagi keberlanjutan lingkungan dan keadilan sosial di Sulawesi Tenggara dan Indonesia. (**)
Laporan : Muh. Sahrul