Kendari, Rakyatpostonline.com – Tragedi menyayat hati menyelimuti kematian DW (54), seorang sopir angkutan umum rute Kendari–Bombana, yang menjadi korban penikaman brutal oleh orang tak dikenal. Insiden berdarah itu terjadi di Terminal Baruga, Kota Kendari, pada Sabtu (3/5/2025) sekitar pukul 03.20 WITA.
DW mengalami luka tikaman parah, empat di dada, satu di perut, serta luka robek di kepala akibat hantaman batu. Meski sempat dilarikan ke RSUD Bahteramas, nyawanya tak tertolong dan ia meninggal pada Senin pagi (5/5/2025).
Kapolsek Baruga, AKP Marjuni, membenarkan kabar duka tersebut dan menyatakan jenazah DW telah dimakamkan di kampung halamannya, Desa Wawongole, Kecamatan Wonggeduku, Kabupaten Konawe.
Namun, kisah tragis ini tidak berhenti pada aksi kekerasan semata. DW diduga tidak segera mendapat tindakan operasi karena kendala administrasi terkait keabsahan Kartu Indonesia Sehat (KIS) miliknya.
Penundaan tersebut menuai kritik tajam dari masyarakat dan rekan korban yang menilai rumah sakit lebih mementingkan prosedur daripada nyawa manusia.
“Harusnya langsung dioperasi, bukan tunggu urusan kartu. Ini soal nyawa,” ujar seorang rekan sesama sopir.
Pernyataan senada juga datang dari warga lain yang menyayangkan sikap rumah sakit yang dianggap kaku dan tidak berpihak pada kepentingan pasien gawat darurat.
Praktisi hukum senior, Firman, SH., MH., menegaskan bahwa dalam kondisi darurat, rumah sakit wajib memberikan pelayanan tanpa terkecuali.
Berdasarkan Pasal 190 UU Kesehatan, rumah sakit yang menolak pasien gawat darurat bisa dikenai pidana dua tahun penjara dan denda hingga Rp200 juta. Jika penolakan menyebabkan kematian, ancaman hukumnya bisa lebih berat.
“Ini bukan hanya kelalaian administratif. Jika terbukti, bisa menjadi kasus pidana serius,” ujarnya.
Tragedi DW menyentil nurani sistem pelayanan kesehatan kita: betapa birokrasi kerap mengorbankan nyawa yang seharusnya diselamatkan. Kasus ini kini menjadi sorotan publik dan diharapkan mendorong evaluasi mendalam terhadap prosedur pelayanan darurat di seluruh rumah sakit.
Tim redaksi masih berupaya menghubungi pihak RSUD Bahteramas untuk mendapatkan keterangan resmi, yang akan ditayangkan sebagai bagian dari hak jawab dan prinsip jurnalisme berimbang. (**)
Laporan : Irmayanti Daud