Jakarta, Rakyatpostonline.com – Ketua Forum Advokasi Mahasiswa Hukum (Fahmi) Sultra-Jakarta, Midul Makati, S.H., M.H., menanggapi pernyataan Syarif Hidayatullah, SH., yang mengklaim bahwa tidak ada gratifikasi atau suap dalam pemilihan Wakil Bupati Kolaka Timur (Koltim) tahun 2022.
Menurut Midul, pernyataan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat, sebab satu-satunya pihak yang berwenang menyimpulkan ada atau tidaknya unsur pidana adalah penyidik dan pengadilan, bukan individu yang tidak terlibat langsung dalam proses hukum.
“Apa kapasitas dan kewenangannya menyatakan tidak ada kasus suap dan gratifikasi dalam pemilihan Wakil Bupati Koltim 2022? Itu adalah tugas penyidik, bukan tugas seseorang yang mengatasnamakan mahasiswa pasca sarjana. Yang berhak menyatakan seseorang bersalah atau tidak adalah pengadilan melalui majelis hakim, bukan opini pribadi,” ujar Midul, Sabtu (8/3/2025).
Midul menegaskan bahwa proses hukum di Kejaksaan Negeri Kolaka terkait dugaan gratifikasi sudah memenuhi unsur awal penyelidikan. Ia menekankan pentingnya menunggu proses hukum berjalan sesuai prosedur yang berlaku, bukan dengan asumsi pribadi yang tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
“Kasus ini harus melalui prosedur hukum yang benar. Setelah diterbitkannya SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan), akan ada gelar perkara yang menentukan apakah benar ada tindak pidana. Jika memenuhi unsur, maka penyidik akan menetapkan tersangka. Jangan mendahului penyidik dalam menyatakan ada atau tidaknya tindak pidana,” tegasnya.
Lebih lanjut, Midul menyayangkan pernyataan Syarif yang justru bisa mempermalukan dirinya sendiri sebagai seorang sarjana hukum.
“Sebagai sesama sarjana hukum, saya malu ada orang yang berbicara tanpa dasar hukum yang jelas, apalagi memberitakan di media. Seharusnya dia kembali belajar dasar-dasar hukum agar memahami bagaimana sistem peradilan pidana bekerja,” kritiknya.
Midul menegaskan bahwa tugas Fahmi Sultra-Jakarta adalah mengawal kasus ini hingga tuntas, memastikan proses hukum berjalan sesuai aturan tanpa ada intervensi atau perlakuan istimewa terhadap pejabat yang terlibat.
“Jika sudah ada dua alat bukti yang cukup, ditambah dengan keterangan saksi dan bukti lainnya, maka Kejari Kolaka harus segera menetapkan tersangka, baik itu Bupati Kolaka Timur Abdul Azis maupun 13 anggota DPRD yang diduga terlibat. Ini soal integritas hukum, jangan sampai ada upaya menggiring opini untuk melemahkan kasus ini,” pungkasnya. (**)
Laporan : Muh. Sahrul