Berbagaicara Pemilih pada Pilkada Samosir, Tetaplah “Money Politic”

DR. Hulman Panjaitan, SH, MH

[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Teks Berita”]

Menanggapi sidang sengketa Pilkada Kabupaten Samosir 2020 di Mahkamah Konstitusi (MK) yang viral diperbincangkan masyarakat. Kami menilai bahwa ‘Politik Uang’ (money politic) adalah termasuk pelanggaran berat dalam pelaksanaan pesta demokrasi. Saat ini proses sengketa tersebut terakhir memasuki sidang memanggil keterangan saksi pada, Kamis (25/02/2021).

Selain menodai pesta demokrasi itu sendiri, juga merupakan delik yang diancam dengan pidana penjara. Politik uang merupakan tindak pidana khusus yang dikenal sebagai Tindak Pidana Pemilu. Ancaman hukumannya-pun bersifat kumulatif, yaitu selain pidana penjara juga dapat dikenakan pidana denda.

Politik uang yang dimaksudkan disini, haruslah dimaknai secara luas dalam arti dalam bentuk dan cara apapun. Mempengaruhi dengan cara memberikan sesuatu kepada pemilih termasuk money politic. Termasuk ada pihak tertentu yang mencoba memberdayakan simbol-simbol adat seperti togo-togu ro (dalam terjemahannya disebut ‘tuntun-tuntun datang’) dalam adat Batak.

Ini juga disebut juga sebagai somba ni umum, batu ni sulang, si tuak natonggi, piso-piso, yang dengan lembaga ini, seorang pasangan calon memberikan uang kepada pemilih dengan maksud tertentu. Tentu hal ini termasuk politik uang yang merupakan pelanggaran pidana.

Adanya politik uang dalam pelaksanaan pesta demokrasi, dapat menjadi alasan untuk mendiskualifikasi pasangan calon tertentu, dan jika sudah lewat dapat dijadikan alasan untuk mengajukan gugatan melalui Mahkamah Konstitusi. Cuma harus bisa dibuktikan bahwa pelaksanaan politik uang tersebut dilakukan secara sistematis, massif dan terstruktur.

Apa akibat hukumnya, dalam perspektif hukum pemilu sesuai undang-undang, maka MK dapat membatalkan hasil pemilu tersebut dengan membatalkan atau mendiskualifikasi pasangan calon yang terbukti melakukan politik uang secara sistematis,massif dan terstruktur.

Jika demikian halnya, sudah tepat langkah yang dilakukan pasangan Rap Berjuang (Rapidin Simbolon-Juang Sinaga) membawa permasalahan ini untuk diselesaikan di Mahkamah Konstitusi sesuai kewenangannya, untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya dengan memperhatikan aspek kemanfaatan (doelamtigheid) serta kepastian hukumnya (certainty).

Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yang berwenang kita yakini mampu memberikan keputusan yang adil dan bermanfaat tentunya berdasarkan penilaian alat-alat bukti yang diajukan di persidangan. Semoga hakim bisa mengungkap fakta yang sesungguhnya di lapangan dan bisa memutuskan dengan seadil-adilnya, demi penegakan hukum Pilkada di Kabupaten Samosir. (**)


Oleh : DR. Hulman Panjaitan, SH, MH
Penulis : Dekan Fakultas Hukum UKI/Pengacara Senior


 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *