[responsivevoice_button voice=”Indonesian Male” buttontext=”Klick Bacakan Berita“]
Konawe Selatan, Rakyatpostonline.com – Pembangunan Jalan Usaha Tani (JUT) Desa Lamebara, Kecamatan Mowila, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) telah diduga di pihak ketigakan oleh oknum kepala desa.
Petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) dalam regulasi dana desa yang diberikan kepada desa dari pemerintah pusat. Dana tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang merupakan sumber dari Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Jumlah yang diterima paling sedikit adalah 10% dari APBN. Dalam pemanfaatannya diwajibkan melibatkan masyarakat baik secara pengawasan, musyawarah dan ikut serta pemberdayaan kemasyarakatan dari pelaksanaannya.
Alasan Pemerintah Larang Dana Desa Dikelola Pihak Ketiga, Menurut agus mundu salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) KAKI, mengatakan untuk pembangunan prasarana dan sarana desa diharapkan akan dilakukan fokus untuk menciptakan kesempatan kerja di desa. Artinya, seluruh pekerjaan tidak boleh dilakukan oleh pihak ketiga, namun diswakelola atau dijalankan sendiri dengan penyerapan tenaga kerja yang maksimal.
Dalam pengerjaan kegiatan tersebut dinilai ada yang janggal, pekerjaan tersebut tidak diswakelola melainkan diduga di borongkan kepada pihak ketiga tanpa melalui prosedur kontraktual yang jelas.
“Namun lain halnya desa lamebara, di nahkodai Abidin, kegiatan tersebut di pihak ketigakan ke kontraktor atas nama Gusti, dan sudah menyalai mekanisme aturan pelaksanaan dana desa,” Bebernya.
Lanjut, Agus Mundu, selaku ketua devisi investigasi LSM KAKI, saat pihaknya bersama media ini melakukan konfirmasi ke kontraktor lewat via telpon, gusti (Kontraktor Red) mengatakan bahwa perkerjaan tersebut membenarkan pihaknya yang mengerjakan secara keseluruhan dan terima jadi.
“Iya Benar pak saya yang kerjakan semua, terkait dengan jumlah anggaran jalan usaha tani dari kucuran dana desa saya tidak berani mengatakannya,” Singkat Gusti.
Tak puas dengan jawaban sang kontraktor, Agus berupaya menghubungi Abidin, Kepala Desa Lamebara. Aneh seolah dari jawaban kepala desa membawa kesan kurang baik dan tidak transparasi terkait pengelolaan dana desa tahap tiga tahun anggaran 2019. pembangunan prasarana desa, membangun masyarakat desa, dan membangun institusi atau organisasi di desa rupanya terancam tidak terlaksana dengan kepemimpinan sang kades.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Sri Mulyani, telah mempertegaskan kepada seluruh kepala desa dalam pelaksanaan penggunaan Dana Desa, banwa pembangunan prasarana dan sarana desa diharapkan akan dilakukan fokus untuk menciptakan kesempatan kerja di desa. Artinya, seluruh pekerjaan tidak boleh dilakukan oleh pihak ketiga, namun diswakelola atau dijalankan sendiri dengan penyerapan tenaga kerja yang maksimal.
“Konsepnya adalah semacam cash power atau semacam pembelian-pembelian tenaga kerja yang menyerap di desa itu sendiri yang kemudian mendapatkan upah dari dana desa itu sendiri sehingga bisa menimbulkan membutuhkan daya beli di masyarakat desa,” Jelas Agus Mundu.
Alokasi anggaran dana desa yang jumlah penduduk miskinnya tinggi akan lebih tinggi. Namun perlu diperkuat dari sisi pendampingannya, karena biasanya desa yang jumlah penduduk miskinnya lebih tinggi kapasitas desanya juga mungkin lebih lemah sehingga dari sisi pendampingan dan pertanggungjawabannya juga harus diperbaiki.
Kegiatan Dana Desa viewer harus dikerjakan secara swakelola oleh masyarakat dan pemdes, semacam padat karya tidak boleh dipihak ketigakan. Itu pelanggaran, kecuali supplyer material atau alat berat boleh dari pihak ketiga,” Tegasnya.
Artinya penerapan Dana Desa pembangunan Jalan Usaha Tani (JUT) Desa Lamebara, Kecamatan Mowila, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) dinilai patut diaudit, dengan adanya dugaan penyimpangan Juklak dan Juknis penerapan DD berpotensi adanya penyimpangan anggaran. Dan diminta kepada pihak Kejaksaan Konsel dan BPK, untuk bergerak secara aktif mengkroscek sistem pelaksanaan administrative dan fisik lapangan desa lamebara. (A)
Laporan: Nursalim
Editor: M. Sahrul