Konawe Utara, Rakyatpostonline.com – Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara menyoroti dengan tajam dugaan perambahan kawasan hutan lindung oleh PT Bumi Sentosa Jaya (BSJ) di Kecamatan Lasolo Kepulauan, Kabupaten Konawe Utara.
Kasus ini dinilai bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi potensi tindak pidana yang mengancam kelestarian lingkungan sekaligus mengabaikan kewibawaan hukum.
Direktur Ampuh Sultra, Hendro Nilopo, mengungkapkan temuan lapangan yang mengkhawatirkan, PT BSJ diduga membuka lahan di luar izin Surat Keputusan Pinjam Pakai Kawasan Hutan (SK PPKH) dengan total luas sekitar 78,36 hektare.
“Data yang kami miliki sangat jelas. Ada lima titik bukaan yang tidak tercantum dalam SK PPKH. Ini bukan kesalahan teknis, tetapi indikasi kuat perambahan hutan lindung yang harus diusut tuntas,” tegas Hendro, Minggu (23/09/2025).
Rincian bukaan di luar SK PPKH
- Bukaan 1 : 26,75 hektare
- Bukaan 2 : 16,01 hektare
- Bukaan 3 : 16,20 hektare
- Bukaan 4 : 14,37 hektare
- Bukaan 5 : 5,03 hektare
Menurut Hendro, fakta tersebut memperkuat dugaan pelanggaran berlapis. Selain merambah hutan lindung, PT BSJ juga disorot atas dugaan pencemaran lingkungan dan pelanggaran standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
“Catatan kami menunjukkan berbagai pelanggaran yang mengabaikan aspek lingkungan dan keselamatan. Ini cukup menjadi dasar untuk membekukan bahkan mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT BSJ,” ujarnya.
Ampuh menuntut Satgas Penanganan Kawasan Hutan (PKH) segera bertindak, memanggil, dan menindak manajemen perusahaan. Hendro menekankan bahwa proses hukum tak boleh terhambat.
“Kami sudah melaporkan kasus ini ke Kejati Sultra sejak tahun lalu, namun hingga kini belum ada perkembangan signifikan. Penegakan hukum yang lamban hanya akan memberi ruang bagi praktik perusakan hutan untuk terus berlangsung,” katanya.
Ia juga mengingatkan aparat penegak hukum bahwa pelanggaran ini terjadi setelah UU Cipta Kerja berlaku. Karena itu, tidak tepat jika penanganannya hanya mengedepankan sanksi administratif.
“Perambahan kawasan hutan adalah tindak pidana. Jangan lagi dipaksakan penyelesaiannya lewat sanksi administrasi. Harus ada proses pidana yang jelas agar menimbulkan efek jera,” tegas Hendro.
Ampuh menilai kasus ini sebagai ujian serius bagi komitmen pemerintah daerah dan pusat dalam menjaga kelestarian hutan Sulawesi Tenggara. Jika dibiarkan, bukan hanya hutan yang terancam, tetapi juga kepercayaan publik terhadap integritas penegakan hukum.
“Kami mendesak Kejati Sultra, Satgas PKH, dan instansi terkait untuk bertindak cepat dan transparan. Ini bukan hanya soal tegaknya aturan, tetapi juga menyangkut masa depan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat,” pungkas Hendro.
Dengan sorotan tajam tersebut, Ampuh berharap investigasi menyeluruh dapat segera dilakukan, sanksi pidana dijatuhkan, dan seluruh aktivitas pertambangan yang melanggar aturan segera dihentikan demi menyelamatkan kawasan hutan lindung Konawe Utara. (**)
Laporan : Syaifuddin