Jakarta, Rakyatpostonline.com – Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara kembali menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia, Kamis (25/9/2025).
Aksi ini merupakan kelanjutan dari unjuk rasa yang sebelumnya digelar pada 19 September 2025, dengan fokus menyoroti dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan PT Bumi Sentosa Jaya (BSJ) di Kecamatan Lasolo Kepulauan, Kabupaten Konawe Utara.
Dalam orasinya, Direktur Ampuh Sultra Hendro Nilopo memaparkan serangkaian dugaan pelanggaran PT BSJ, mulai dari pelanggaran keselamatan dan kesehatan kerja (K3), pencemaran laut di sekitar jetty yang merugikan nelayan, hingga penyerobotan kawasan hutan lindung.
“Ada banyak pelanggaran yang terjadi di PT BSJ, sehingga sudah seharusnya perusahaan tersebut diberikan sanksi tegas, baik secara administrasi maupun pidana,” tegas Hendro saat bertemu perwakilan Kejagung.
Hendro juga menyinggung keberadaan sejumlah figur pengusaha yang diduga berada di lingkar manajemen PT BSJ. Ia menyatakan, hal inilah yang dinilai membuat proses penegakan hukum terkesan lambat.
Menurutnya, indikasi penyerobotan kawasan hutan lindung seluas 78 hektare di wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) PT BSJ perlu diusut tuntas.
Ampuh Sultra mendesak Jaksa Agung—yang juga dipercaya Presiden Prabowo Subianto sebagai Wakil Ketua Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) untuk segera mengambil langkah hukum.
“Kasus ini harus mendapat perhatian setara dengan penindakan terhadap perusahaan tambang lain yang telah disegel. Jangan sampai ada kesan pilih kasih,” ujar Hendro.
Aliansi ini menegaskan bahwa laporan dugaan pelanggaran PT BSJ sebenarnya telah disampaikan ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara sejak 13 Desember 2024, namun hingga kini belum ada tindak lanjut yang signifikan.
“Karena laporan di Kejati Sultra mandek, kami bawa ke Kejagung RI dengan harapan ada proses hukum yang transparan dan tegas,” pungkasnya.
Ampuh Sultra berharap Kejagung segera merespons laporan ini dengan penyelidikan menyeluruh, demi kepastian hukum, perlindungan lingkungan, dan kepentingan masyarakat pesisir Konawe Utara yang terdampak aktivitas pertambangan. (**)
Laporan : Syaifuddin