Kejati Sultra Masih ‘Ngumpet’ Soal Kasus Bupati Koltim, FAMHI: Ini Bukan Sinetron

Koordinator Fahmi Sultra, Midul Makati.

Kendari, Rakyatpostonline.com – Forum Advokasi Mahasiswa Hukum Indonesia (FAMHI) Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali muncul sebagai suara nyaring Aktivis yang ogah diam jika hukum mulai terasa lesu.

Kali ini, Fahmi Sultra menyoroti ‘kesenyapan’ Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra soal kasus dugaan suap dan gratifikasi yang melibatkan Bupati Kolaka Timur (Koltim).

Koordinator FAMHI Sultra, Midul Makati, dalam keterangannya yang penuh semangat (dan sedikit kesal), menilai Kejati terlalu pandai menyembunyikan informasi.

“Kami bukan mau kepo, tapi publik punya hak tahu. Ini bukan sinetron Ramadan yang ditunda-tunda episodenya,” celetuknya, Jumat (18/7/2025).

FAMHI meminta Kejati segera memberi kabar ke publik, bukan diam seribu bahasa, seolah-olah kasus ini tak sedang menggantung di udara.

Baca Juga :  Tokoh Pemuda Ajak Masyarakat Dukung Sevtania Wakil Sultra di Ajang Batik Nusantara 2025

Bagi Midul, keadilan bukan hanya harus ditegakkan, tapi juga diperlihatkan prosesnya. Sebab transparansi adalah bagian dari supremasi hukum.

“Kami bukan anti Kejati, tapi anti ketidakpastian. Jangan sampai rakyat mengira hukum bisa dipilih-pilih tergantung siapa yang duduk. Kalau kepala daerah aktif bisa ‘aman-aman’ saja dari kabar penanganan, lalu ke mana arah penegakan hukum kita?” tegas Midul.

Ia menyebut, jangan sampai Kejati Sultra kehilangan kepercayaan publik hanya karena diam terlalu lama. Sebab, dalam dunia hukum, diam bukan emas, tapi bisa jadi bumerang. Apalagi di tengah semangat masyarakat yang semakin cerdas dan melek informasi.

Baca Juga :  Misi "Hitam" Kepemimpinan ASR-Hugua, Sarat Potensi Langgar Konstitusi

FAMHI menegaskan, mereka bukan hanya pandai berorasi. Mereka siap mengawal kasus ini sampai tuntas, bahkan jika harus turun ke jalan lagi.

“Ini bukan tentang bupati atau siapa pun. Ini tentang integritas lembaga hukum. Jika tidak ada progres dalam waktu dekat, kami siap turun aksi,” ujar Midul dengan nada yang tak bisa disalahartikan sebagai basa-basi.

Namun demikian, FAMHI tetap membuka ruang harapan, mereka yakin Kejati masih memiliki komitmen terhadap penegakan hukum yang adil dan terbuka.

“Kami beri waktu, bukan ultimatum. Tapi ingat, waktu juga punya batasnya. Jangan menunggu hingga kepercayaan publik sudah terlanjur runtuh,” Tegasnya.

Baca Juga :  FAMHI Kritik 100 Hari Kepemimpinan ASR-Hugua: Dinilai Penuh Pencitraan dan Minim Realisasi

Dengan nada keras, namun penuh makna, FAMHI juga menitipkan pesan bahwa mahasiswa bukan sekadar pengamat dari jauh.

Mereka adalah alarm moral dan sosial. Jika ada kejanggalan, mereka akan berbunyi, bukan mematikan suara.

“Jangan tunggu mahasiswa menggelar tikar di depan kantor Kejati. Karena kalau sudah begitu, bukan cuma cabai yang naik harga, tapi juga tensi publik,” tutup Midul sambil menyiratkan harapan bahwa hukum di negeri ini masih punya arah yang benar. (**)


Laporan : Muh. Sahrul

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Hubungi Admin!