Kukuhkan APRI Buton Selatan, Kakanwil Ingatkan Perilaku Moderat Beragama

H. Zainal Mustamin melantik dan mengukuhkan Pengurus Asosiasi Penghulu Republik Indonesia Kabupaten Buton Selatan Periode 2021-2025.

[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Teks Berita“]

Buton Selatan, Rakyatpostonline.com – Kepala Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), H. Zainal Mustamin melantik dan mengukuhkan Pengurus Asosiasi Penghulu Republik Indonesia (APRI) Kabupaten Buton Selatan (Busel) Periode 2021-2025.

Pengukuhan yang dirangkai dengan kegiatan Penguatan Implementasi Moderasi Beragama bagi Muballigh se Kab. Buton Selatan ini turut disaksikan Ketua Pengurus Wilayah APRI Prov. Sultra, Irwan, S. Ei, bersama Kepala Kantor Kementerian Agama Kab. Buton Selatan, Mukhtar dan Kabid Urais dan Binsyar, Jamaluddin, jum’at (3/12/2021).

Turut hadir dalam kesempatan ini, Kabid Pendidikan Madrasah, H M. Saleh, Kabid Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam, Sitti Mardawiah Kasim, dan segenap pengurus FKPAI Kab. Buton Selatan.

Kakanwil selaku pembina APRI Sultra dalam sambutannya mengucap selamat atas dikukuhkannya ketua dan pengurus daerah APRI di kab. Buton Selatan (Busel).

Kakanwil menyampaikan bahwa pengukuhan ini merupakan tambahan tugas yang sangat mulia, tetapi beriringan dengan itu, ada tanggungjawab besar yang diemban. Para penghulu, mempunyai tugas selain sebagai kepala KUA, menjadi bagian dari tokoh dan panutan ditengah-tengah masyarakat.

Jika dilihat dari perilaku umat beragama, Dikatakan Kakanwil maka agama sering kali tampil dalam 2 (dua) wajah atau disebut wajah yang mendua dari perilaku umatnya. wajah yang pertama yaitu wajah yang konstruktif, dan yang kedua yaitu destruktif.

Wajah pertama, kata Kakanwil yaitu wajah agama yang membawa keteduhan, ketenangan, dan berorientasi pada kemajuan yang selalu menggiring umat untuk melakukan hal terbaik yang berkontribusi bagi masyarakat.

“Wajah kedua adalah perilaku umat beragama yang sering membawa agama mendapatkan penilaian yang negatif, karena perilaku umatnya yang destruktif yaitu selalu melahirkan pertentangan, perpecahan, dan permusuhan sehingga seringkali orang menjauh dari agama, bahkan di wilayah barat banyak mengatakan bahwa agama itu telah mati,” ungkap Kakanwil.

” Perilaku destruktif inilah yang melahirkan perpecahan, beragama melahirkan pembunuhan dan kematian karena motif keagamaan, berbeda mashab, aliran, pandangan keagamaan, dan pandangan yang satu kemudian mengeksekusi pandangan yang berbeda itu,” sambungnya.

Maka moderasi beragama ini, Menurut Kakanwil menginginkan dan mengharap serta menarik umat islam ke jalan tengah, dari pandangan yang ekstrim ke pandangan yang moderat. Tidak juga terlalu lemah, dimana semuanya serba masif dan boleh, tidak ada yang diatur dalam agama, sehingga semua berjalan tanpa aturan.

“Jadi yang tidak memiliki aturan sampai pada yang memiliki pandangan yang ekstrim, kita ditarik ke tengah-tengah atau namanya islam jalan tengah. Sesungguhnya kita dijadikan Allah SWT sebagai umat pertengahan, kita tarik ketengah agar pandangan keagamaan yang kita miliki bisa melahirkan kontribusi pada kehidupan,” terang Kakanwil.

Kakanwil menjelaskan bahwa para leluhur di tanah buton menerima ajaran agama yang membawa keteduhan oleh para penyiar Islam dimasa lalu. Mereka adalah pendakwah, pedagang yang datang dipesisir pantai, kemudian masuk di wilayah kerajaan, dengan membawa Agama yang konstruktif.

“Mari kita jaga warisan agama yang dibawa oleh para leluhur kita di tanah buton ini, sebagaimana yang kita saksikan sekarang adalah ajaran agama yang teduh dan sejuk tidak ada pertentangan diantara para sufi, para tokoh agama, para sultan. Mereka selalu menekankan aspek substantif dalam beragama,” ungkap Kakanwil.

Karenanya, Kakanwil menilai bahwa tugas para penghulu, penyuluh dan dai adalah menjadi benteng moderasi beragama dan duta moderasi beragama untuk menyampaikan nilai-nilai yang universal dari ajaran agama islam, dengan umat beragama dalam keberagamaan yang teduh, sejuk, penuh ketenangan.

“Saya minta kepada penyuluh, penghulu, dan dai untuk gotong royong, menjaga daerah ini membantu pemerintah dalam gerakan beradat disandingkan dengan gerakan kemenag bersahabat, inilah kearifan lokal yang kita tumbuhkan ditengah masyarakat,” jelas Kakanwil.

Kakanwil juga berharap bahwa para mubaligh tidak lelah mengkampanyekan moderasi beragama, bukan hanya antar agama, tapi juga intern umat beragama.

“Agar supaya paham ekstrim yang berlebihan itu, ditarik ketengah, sehingga memiliki sikap keagamaan yang konsisten atau istiqomah, meskipun kita mengalami tantangan yang pahit dalam menjalani tugas,” terangnya. (**)


 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *