Konawe Utara, Rakyatpostonline.com – Kabar seekor kambing nyasar di ruang UGD Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit (RS) Kabupaten Konawe Utara (Konut), sukses membuat warganet geleng-geleng kepala dan ngakak tipis di tengah kegetiran pelayanan publik.
Namun, tawa itu mendadak berubah serius setelah Komisi III DPRD Konawe Utara turun langsung melakukan sidak ke lokasi, Senin (13/10/2025).

Dengan wajah tegas tapi bibir menahan senyum getir, Ketua Komisi III DPRD Konut, Samir, S.IP., M.Si. dari Partai Hanura, memimpin langsung rombongan sidak yang diikuti oleh empat anggota, Satria Baikole (Golkar), Hameria (PBB), Hj. Mawarni (PBB), dan Ir. Syahruddin Sami (PDIP).
“Peristiwa kambing di ruang UGD ini tentu tidak bisa dianggap sepele. Ini bukan sekadar kambing salah kandang, tapi bukti bahwa sistem pengawasan kita lagi ngantuk siang bolong. Rumah sakit seharusnya steril, bukan kandang percobaan,” tegas Samir.
Ia menambahkan, jika kambing bisa bebas jalan-jalan di ruang darurat, maka bukan tidak mungkin ke depan pasien datang untuk berobat malah disambut dengan “mbee…” lebih dulu daripada suster jaga.
Seketika suasana sidak pun sedikit cair, namun kritiknya tetap tajam: “Ini tanggung jawab Satpol PP dan pihak rumah sakit. Jangan tunggu hewan ternak ikut antre di poli baru bertindak.”

Sayangnya, dalam momen penuh sorotan itu, Direktur BLUD RS Konawe Utara absen tanpa alasan yang jelas. Hal ini membuat Komisi III semakin panas, bukan karena matahari, tapi karena rasa jengah terhadap sikap abai terhadap pelayanan publik.
“Ketidakhadiran direktur hari ini kami catat. Ini akan kami bawa ke Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD. Pelayanan publik bukan bahan lelucon, apalagi di sektor kesehatan,” ujar Samir, kali ini tanpa tawa.
Ia menegaskan, DPRD tidak sedang mencari kambing hitam, karena kambingnya sudah ketahuan, melainkan ingin memastikan setiap rupiah anggaran kesehatan benar-benar digunakan untuk pelayanan manusia, bukan domba, sapi, atau hewan ternak lainnya.
“Kami hanya ingin memastikan dokter dan perawat bekerja dengan hati, bukan dengan rutinitas. Pemerintah sudah siapkan layanan gratis, tapi jangan sampai pelayanan gratis malah terasa seperti ‘diskon kualitas’,” ujarnya menohok.

Masyarakat pun menilai langkah DPRD ini layak diapresiasi. Sebab, viralnya insiden kambing di UGD dianggap bukan sekadar kelucuan lokal, melainkan alarm keras atas lemahnya tata kelola fasilitas publik.
Bagi sebagian warga, kejadian ini juga menjadi bahan refleksi bahwa kadang, yang membuat publik sakit bukan hanya penyakit fisik, tapi juga “penyakit sistemik” di tubuh birokrasi.
“Rumah sakit itu simbol kemanusiaan. Kalau kambing bisa masuk UGD, bagaimana dengan keamanan pasien? Jangan sampai yang dirawat nanti malah ternaknya,” celetuk salah satu anggota dewan yang ikut sidak, disambut tawa kecil para jurnalis di lokasi.
Kini, publik menunggu langkah nyata manajemen BLUD RD Konawe Utara dan Pemerintah Daerah. Sebab, tak elok jika peristiwa memalukan ini hanya jadi bahan meme di media sosial tanpa ada perubahan berarti.
Sebab di balik insiden lucu ini, tersimpan pesan serius, pelayanan publik harus dijaga sebersih niat awalnya, melayani manusia, bukan hewan.
Jika kambing saja bisa mengundang rapat DPRD, semestinya kesadaran ASN untuk bekerja profesional juga bisa bangkit. Karena di Negeri ini, humor sering kali jadi pintu masuk menuju kesadaran yang paling jujur.
“Dan semoga ke depan, yang masuk ke UGD hanyalah pasien, bukan pengunjung berkaki empat yang viral di TikTok.” (**)
Laporan : Syaifuddin