Konawe Utara, Rakyatpostonline.com – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra), dari Partai Bulan Bintang (PBB), Fendrik, S.Kom, menyoroti kesenjangan sosial dalam penyaluran bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan) serta bibit padi kepada petani.
Pihaknya meminta Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan (Distanak) Konut untuk melakukan evaluasi agar bantuan tersebut tepat sasaran dan tidak menimbulkan ketimpangan di masyarakat.
Fendrik mengungkapkan bahwa dirinya menerima keluhan dari seorang petani di Kecamatan Andowia yang tidak mendapatkan alsintan untuk menggarap sawahnya. Menurutnya, kondisi ini menunjukkan adanya ketidakadilan dalam penggunaan bantuan pertanian di Gapokta.
“Ada seorang petani datang ke rumah dan mengeluh bahwa dia tidak mendapatkan jounder, sementara petani lain bisa menggarap sawahnya menggunakan jounder bantuan. Ini menunjukkan adanya kesenjangan sosial. Saya sebagai wakil rakyat tentu harus menampung dan menyuarakan aspirasi ini,” ujar Fendrik, Rabu (26/2/2025).
Ia menekankan perlunya sistem distribusi yang lebih adil, salah satunya dengan menyimpan alsintan di Distanak dan baru diberikan kepada petani yang benar-benar membutuhkan.
“Kalau bisa jounder itu disimpan di Distanak, nanti masyarakat yang membutuhkan baru dikeluarkan. Jangan sampai ada petani yang merasa dianaktirikan. Dan saya tegaskan bantuan ini diperuntukan untuk semua petani, karena jounder itu bantuan dari kementerian,” tegasnya.
Selain itu, Fendrik juga menyoroti masalah bantuan bibit padi yang diduga gagal tumbuh. Berdasarkan temuan di lapangan, beberapa petani melaporkan bahwa bibit yang mereka semai tidak menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan setelah dua hari disiram.
Untuk lebih spesifik, bahkan Fendrik langsung turun ke masyarakat untuk mengambil sampel bantuan dari kementerian pertanian “Bibit Padi Unggul Bersertifikat 5 Kg”, dan menemui salah satu Kepala Bidang Distanak guna meminta klarifikasi.
“Menurut keterangan dari pihak dinas, bibit ini diklaim sudah kedaluwarsa karena labelnya menunjukkan tahun 2024. Tapi kita tahu bahwa padi sebenarnya tidak memiliki masa kedaluwarsa seperti makanan,” ungkapnya.
Fendrik mencurigai adanya dugaan permainan dalam distribusi bibit padi oleh Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Tenggara.
“Menurut kabid, diduga bibit padinya ditukar tetapi masih menggunakan kemasan yang sama. Kalau benar praktek Culas ini terjadi, tentu merugikan petani,” tambahnya.
Ia meminta penyuluh pertanian lebih responsif terhadap keluhan petani agar bantuan yang diberikan benar-benar bermanfaat.
“Masyarakat tahunya bantuan ini dari Bupati Konawe Utara, padahal sebenarnya dari Kementerian Pertanian yang disalurkan melalui provinsi. Maka, penyalurannya harus diawasi dengan baik agar tidak terjadi penyimpangan,” pungkasnya. (**)
Laporan : Muh. Sahrul