JPIP Desak Kejati Sultra Usut Hilangnya BB PT Trisula Bumi Anoa

Lokasi penambangan dan barang bukti PT Trisula Bumi Anoa. (*Ist/RP)

[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Teks Berita“]

Kendari, Rakyatpostonline.com – Jaringan Pemerhati Investasi Pertambangan (JPIP) melakukan aksi Unjuk rasa (unras) di depan Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra), terkait raipnya Barang Bukti (bb) berupa tumpukan Ore Nickel, alat berat dan dump truck.

Barang bukti tersebut hasil sitaan Kejaksaan Negeri (Kejari) Konawe dari kegiatan penambangan ilegal PT Trisula Bumi Anoa (TBA) dan kontraktor miningnya PT Bumi Berkah Sejahtera (BBS) di Kecamatan Lasolo Kepulauan (Laskep) Kabupaten Konawe Utara (Konut). Minggu (20/03/2022).

Pasalnya, dilokasi tempat Barang Bukti tersebut hanya menyisakan Plan Kejari Konawe yang terlihat, sedangkan tumpukan Ore Nickel, Alat Berat dan Dump Truck yang menjadi Barang Bukti (bb) sudah tidak ada.

Menanggapi hal itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sultra Dody, menerima masa aksi mengatakan, terkait tuntutan massa aksi, pihaknya telah berkoordinasi kepada Kasi Pidum Kejari Konawe dan berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh kasi barang bukti dan jaksa fungsional Kejari Konawe yang turun ke lokasi meninjau, bahwa barang bukti tersebut masih aman.

“Barang bukti masih aman dan masih ada di lokasi selanjutnya akan dilakukan lelang,” tutup Dody

Ketua Umum JPIP, Habrianto, mengatakan, sangat tidak sinkron pernyataan yang dilontarkan oleh pihak Kejati Sultra dan Kejari Konawe dengan hasil investasi yang kami lakukan, dimana dilokasi tersebut sudah tidak ada berupa 23 tumpukan Ore Nickel yang berkisar 14.000 metric ton serta 9 Alat Berat dan 7 Dump Truck.

“Kami menduga adanya Kongkalikong antara pihak Kejati Sultra dengan Kejari Konawe dalam kasus tersebut. Dimana berdasarkan pernyataan Kasi Penkum Kejati Sultra dan hasil tinjauan Kasi Pidum Kejari Konawe dilokasi, Sangat bertolak belakang dengan hasil investasi yang dilakukan oleh JPIP dilapangan,” Ungkap Habrianto.

Menurutnya ada yang janggal dalam kasus ini, barang bukti sudah raip, masih saja disampaikan ke publik bahwa masih ada dilokasi, kami menduga ada kongkalikong yang masif dari Kejati Sultra dan Kejari Konawe.

“Dilokasi bekas penambangan ilegal eks PT TBA dan kontaktor miningnya PT BBS, kini sedang di garap secara ilegal dan besar besaran oleh perusahaan yang diduga PT Sumatera Mining Investama (SMI) tanpa mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) serta dokumen penunjang lainnya,” Jelasnya.

Hal tersebut dibenarkan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) seperti yang diberitakan oleh beberapa media beberapa waktu yang lalu, bahwa PT Sumatera Mining Investama (SMI) belum mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dalam melakukan aktivitas pertambangan.

Melalui Kepala Bidang (Kabid) Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan Dishut Sultra, Beni Raharjo mengatakan bahwa perusahaan tersebut tak memiliki IPPKH. “Iya betul, itu (PT SMI) belum ada IPPKHnya. Belum ada entitas itu yang memiliki IPPKH,” jelas Beni Raharjo.

“Sangat jelas kejahatan lingkungan yang dilakukan oleh PT SMI, belum mengantongi izin namun berani melakukan aktivitas” Pungkasnya

Aktivis Nasional asal Sultra tersebut menilai, adanya Diskriminasi hukum yang dilakukan oleh Aparat Penegak Pukum (APH) Sultra dalam menegakan supremasi hukum, dalam hal ini melakukan pemberian terhadap aktivitas pertambangan ilegal yang dilakukan PT SMI.

“Terkesan tebang pilih dan diskriminatif,
Kemarin PT TBA dan PT BBS ditindak tegas karena telah melakukan pertambangan ilegal, kok PT SMI leluasa menggarap dilokasi tersebut dan tidak ditindas tegas, ” tanya Habri

Aktivitas PT SMI tersebut diduga telah melanggar Undang-Undang pertambangan pasal 158 ” bahwa Setiap orang yang melakukan aktifitas pertambangan tanpa IUP sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 37, pasal 40 ayat (3), pasal 48, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dengan denda paling banyak 10.000.000.000 (Sepuluh Milyar).

Ia juga menuturkan, bahwa hal tesebut telah di pertegas oleh Undang Undang kehutanan pasal 50 ayat (3) huruf g, j, o, pasal 38 ayat (3) UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan mengatur bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan umum eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang didalam kawasan hutan, tanpa melalui pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan. Tegasnya

Olehnya itu, Habri menegaskan, Bahwa pihaknya akan segera melaporkan secara resmi kasus dibalik raipnya barang bukti (bb) hasil sitaan Kejari Konawe tersebut ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia, serta kasus dugaan ilegal mining yang dilakukan PT SMI ke Tipidter Mabes Polri.

“Dalam upaya menegakan supremasi hukum di Sultra, kami akan segera melaporkan kasus tersebut secara resmi ke Kejagung RI dan Tipitder Mabes Polri, diantaranya mendesak Kejagung RI untuk segera memeriksa pihak pihak terkait dibalik raipnya barang bukti (bb) tersebut, dan mendesak Tipidter Mabes Polri agar segera Police Line aktivitas pertambangan ilegal PT SMI serta menindak tegas Direktur Utama PT SMI,” Tutupnya. (**)


 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *