Molor! La Songo Soroti Lambannya Pemasangan Jembatan Bailey Sambandete

Ketua PPWI Sultra, La Songo (Kanan) dan Panel Jembatan Bailey di lokasi Banjir Jalan Trans Sulawesi di Desa Sambandete, Kecamatan Oheo, Konawe Utara (Konut).

Konawe Utara, Rakyatpostonline.com – Ketua Dewan Pengurus Daerah Persatuan Pewarta Warga Indonesia (DPD PPWI) Sulawesi Tenggara (Sultra), La Songo, menyoroti lambannya proses pemasangan Jembatan Bailey di ruas jalan Trans Sulawesi, tepatnya di Desa Sambandete, Kecamatan Oheo, Kabupaten Konawe Utara (Konut).

Proyek yang digagas oleh pemerintah pusat melalui Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Sultra dengan anggaran mencapai Rp2 miliar tersebut dinilai belum menunjukkan progres signifikan, meskipun kondisi wilayah sedang berada dalam status siaga darurat bencana banjir.

Menurut La Songo, pemasangan jembatan seharusnya menjadi prioritas dalam situasi darurat seperti sekarang, mengingat jalur tersebut adalah akses vital bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada konektivitas antardaerah.

Baca Juga :  Penghasil Tambang Terbesar, DPRD: Pusat Harusnya Prioritaskan Infrastruktur Konut

Pihaknya menegaskan, tidak semestinya BPJN hanya menunggu air surut untuk mulai membangun dudukan jembatan dan melakukan pengecoran.

“Harusnya BPJN punya dua opsi. Kalau opsi pertama tidak memungkinkan, maka harus segera pakai opsi kedua untuk merealisasikan jembatan Bailey ini. Situasi darurat harus ditangani cepat, bukan menunggu normal baru dibangun, itu namanya pasca-darurat, bukan lagi darurat,” ujarnya. Minggu (20/04/2025).

La Songo juga mengungkapkan bahwa sudah 34 hari sejak status siaga darurat ditetapkan di Konawe Utara, namun pemasangan jembatan darurat tak kunjung dilakukan. Yang tampak di lapangan hanyalah tumpukan besi material yang belum dimanfaatkan, hanya menjadi tontonan masyarakat.

Baca Juga :  Tinjau Lokasi Banjir, Ridwan Bae Perjuangkan Infrastruktur di Konawe Utara Jadi Prioritas

Harga Bahan Pokok Melonjak Naik

Kondisi ini, berdampak serius terhadap ekonomi warga. Harga sembilan bahan pokok (sembako) melonjak dua kali lipat karena akses distribusi jalan trans sulawesi yang terputus.

Biaya penyeberangan menggunakan rakit pincara pun sangat memberatkan, dengan tarif Rp300-500-800 ribu untuk kendaraan roda empat dan Rp100-150 ribu untuk sepeda motor. Bahkan, untuk kendaraan yang harus ditarik menggunakan jounder dikenakan biaya tambahan Rp200 ribu tergantung kondisi air.

Baca Juga :  Sejak 2019, Derita Masyarakat Tak Kunjung Usai di Jalan Trans Sulawesi, Konawe Utara

“Aneh dan sangat miris, tarif rakit naik-turun sesuka hati, tergantung kondisi air. Bukannya saling membantu, tapi justru memanfaatkan situasi. Pemerintah harus hadir di tengah-tengah masyarakat dan menengahi persoalan ini. Jangan sampai masyarakat dikorbankan terus-menerus,” pungkas La Songo.

Diketahui, BPJN Sultra sebelumnya telah memberikan penjelasan bahwa mereka hanya bertanggung jawab menyiapkan material jembatan (Panel), sementara pengerjaan teknis di lapangan berada di tangan Sipur.

“Namun, hingga kini belum ada tindakan konkret di lapangan yang mampu menjawab keresahan masyarakat. Kita hanya mampu mendesak dan mengawal aspirasi rakyat,” Pungkas La Songo. (**)


Laporan : Muh. Sahrul

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Hubungi Admin!