Oleh: Muhammad Sahrul
Penulis: Catatan Redaksi
Derita masyarakat di sepanjang Jalan Trans Sulawesi di Desa Sambandete, Kecamatan Oheo, Kabupaten Konawe Utara (Konut) Sulawesi Tenggara (Sultra), tak kunjung berakhir tiap tahunnya, meskipun berbagai upaya perbaikan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Konut telah dilakukan.
Masyarakat yang menggantungkan aktivitasnya pada akses vital ini terus menanggung beban akibat kondisi jalan yang kerap tergenang banjir, infrastruktur yang rusak parah, dan tarif penyebrangan rakit yang melampaui ketentuan resmi pemerintah.
Setiap hari, warga harus menghadapi kemacetan dan risiko kecelakaan yang disebabkan oleh ketidaktertiban operasional rakit, sehingga menambah penderitaan yang sudah dirasakan.
Walaupun pemerintah Kabupaten Konut bersama Forkopimda Konut, dan instansi terkait terus mendesak pihak Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Sultra, dan Balai Wilayah Sungai (BWS) Sultra untuk segera mengambil langkah tegas, solusi permanen masih jauh dari kenyataan.
“Sejak banjir bandang besar melanda Konawe Utara (Konut) pada 2019, kondisi Jalan Trans Sulawesi di Desa Sambandete, Kecamatan Oheo, semakin memprihatinkan. Akibat bencana tersebut, proyek perbaikan jalan yang sempat dimulai akhirnya putus kontrak karena tidak selesai,”.
Hingga tahun 2025, kondisi jalan ini masih terbengkalai, sementara pihak Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Sultra terkesan tutup mata dan telinga terhadap penderitaan masyarakat.
“Jalan Poros Trans Sulawesi di Sambandete bukan lagi sekadar masuk dalam ‘skala prioritas’, tetapi sudah berada dalam kategori ‘emergensi’ yang membutuhkan tindakan cepat dan bersifat ‘rescue’,”
Setiap hari, masyarakat harus menghadapi kesulitan luar biasa untuk melintas, baik karena banjir Nagad88 yang terus menggenangi jalan maupun akibat sistem transportasi darurat yang tidak efisien dan berisiko tinggi.
Penundaan penanganan ini tidak hanya berdampak pada aksesibilitas warga, tetapi juga memperlambat roda perekonomian dan menghambat distribusi barang serta jasa di kawasan vital Trans Sulawesi.
Pemerintah pusat, melalui BPJN Sultra, harus segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan permasalahan ini sebelum kondisi semakin memburuk.
Akibatnya, aktivitas ekonomi dan mobilitas warga semakin terganggu, sehingga menimbulkan kritik tajam bahwa “Derita Masyarakat Belum Mendapatkan Perhatian yang Sepadan” dari pemerintah pusat.
Penderitaan ini menjadi simbol kegagalan sistem infrastruktur yang seharusnya menjadi nadi perekonomian daerah. Sebab, rakyat telah membayar pajak untuk pembangunan infrastruktur jalan trans Sulawesi rusak di Konawe Utara.
Derita masyarakat yang terus menerus menanggung hambatan di Jalan Trans Sulawesi mengindikasikan bahwa solusi infrastruktur yang memadai belum terwujud, sehingga menghambat aktivitas ekonomi dan mobilitas warga.
Meskipun berbagai upaya perbaikan telah dilakukan oleh pemerintah daerah bersama instansi terkait, penderitaan ini tetap menjadi objek kegagalan sistem di BPJN Sultra yang seharusnya mendukung pertumbuhan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat. (**)