OPINI  

Perspektif Moral dan Etika Kepemimpinan Erick Thohir “Mundur” dari BUMN

Oleh : Midul Makati, S.H., M.H
Penulis : Ketua Bidang Politik DPP KNPI – Advokat/Pengacara

Dalam kepemimpinan, tanggung jawab tidak hanya diukur dari aspek hukum tetapi juga dari segi etika. Seorang pemimpin tidak harus menunggu terbukti secara hukum untuk mengambil sikap, terutama jika terjadi kegagalan sistemik dalam pengawasan yang merugikan negara dan rakyat.

Dari sederet kasus. Erick Thohir sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), berbagai skandal korupsi yang melibatkan perusahaan-perusahaan BUMN menunjukkan adanya kelemahan dalam tata kelola dan pengawasan.

Secara etika, seorang pemimpin yang bertanggung jawab atas institusi yang mengalami skandal besar seharusnya mempertimbangkan mundur sebagai bentuk tanggung jawab moral.

“Ini bukan berarti mengakui kesalahan pribadi, tetapi lebih kepada menunjukkan bahwa kepemimpinan bukan hanya soal kekuasaan, melainkan juga soal integritas dan akuntabilitas,”.

Di banyak negara dengan budaya politik yang kuat, pejabat tinggi sering mundur bukan karena terbukti bersalah secara hukum, tetapi karena adanya rasa tanggung jawab atas kegagalan yang terjadi di bawah kepemimpinan.

“Menjadi contoh kepemimpinan yang bertanggung jawab dan memberikan kepercayaan kepada publik bahwa pejabat negara tidak hanya bekerja untuk kepentingan pribadi atau politik, tetapi benar-benar untuk kepentingan rakyat,”.

Maka, jika Erick Thohir memiliki komitmen terhadap etika kepemimpinan, mundur bisa menjadi pilihan yang tepat untuk menjaga integritas dan memulihkan kepercayaan publik terhadap BUMN serta pemerintah secara keseluruhan.

Sejumlah perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia telah terlibat dalam kasus korupsi yang signifikan, menimbulkan kerugian besar bagi negara. Berikut adalah beberapa kasus korupsi yang melibatkan perusahaan BUMN:

1. PT Pertamina

Pada Maret 2025, lima eksekutif dari tiga anak perusahaan Pertamina ditangkap atas tuduhan korupsi terkait impor minyak antara tahun 2018 dan 2023, yang menyebabkan kerugian negara sebesar $12 miliar.

Dari total keseluruhan Kasus korupsi ini merugikan negara sebesar Rp. 968,5 triliun. Kasus ini terkait dengan pengoplosan BBM jenis Pertalite menjadi Pertamax, atau menggelembungkan volume impor minyak mentah dan bahan bakar serta melakukan penetapan harga yang tidak sesuai.

Baca Juga :  Misi "Hitam" Kepemimpinan ASR-Hugua, Sarat Potensi Langgar Konstitusi

Sebagai respons, CEO Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, meminta maaf secara publik dan berkomitmen untuk meningkatkan transparansi dan tata kelola perusahaan.

2. PT Timah

PT Timah terlibat dalam kasus korupsi yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp300 triliun. Kasus ini terkait dengan kerja sama perusahaan dengan smelter swasta tanpa kajian yang memadai, serta kerusakan ekosistem akibat penambangan ilegal.

3. PT Asuransi Jiwasraya

Kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya melibatkan penyalahgunaan dana investasi yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp16,8 triliun. Beberapa eksekutif perusahaan dan pihak swasta terlibat dalam manipulasi investasi yang merugikan keuangan perusahaan.

4. PT Garuda Indonesia

PT Garuda Indonesia tersandung kasus korupsi terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat yang tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan, menyebabkan kerugian negara sekitar Rp8,8 triliun.

Mantan Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, dan beberapa pihak lainnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

5. PT Krakatau Steel

Direktur Teknologi dan Produksi PT Krakatau Steel, Wisnu Kuncoro, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap pengadaan barang dan jasa di perusahaan tersebut. Kasus ini mencerminkan adanya praktik korupsi dalam proses pengadaan di BUMN.

Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa praktik korupsi masih menjadi tantangan serius dalam pengelolaan BUMN di Indonesia.

Upaya peningkatan transparansi, pengawasan, dan penegakan hukum yang tegas diperlukan untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.

6. PT Duta Palma Surya Darmadi

Kasus korupsi ini merugikan negara sebesar Rp. 78 triliun. Kasus ini terkait dengan penyalahgunaan izin lokasi dan izin usaha perkebunan.

7. PT Asabri (Persero)

Kasus korupsi ini merugikan negara sebesar Rp. 22,7 triliun. Kasus ini terkait dengan penyalahgunaan dana investasi.

Baca Juga :  Tokoh Pemuda Ajak Masyarakat Dukung Sevtania Wakil Sultra di Ajang Batik Nusantara 2025

8. PT Aneka Tambang Tbk (Antam) 

Baru-baru ini terlibat dalam kasus korupsi yang signifikan terkait pengelolaan komoditas emas. Enam mantan General Manager Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam Tbk, yang menjabat antara tahun 2010 hingga 2021, telah ditetapkan sebagai tersangka.

Mereka diduga melakukan persekongkolan dengan pihak swasta untuk menyalahgunakan jasa manufaktur yang diselenggarakan oleh UBPP LM, menyebabkan kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp3,3 triliun.

 

Peran Aparat Penegak Hukum

Penting bagi aparat penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian untuk terus mengawasi dan menindak tegas kasus-kasus korupsi yang melibatkan BUMN.

Penegakan hukum yang adil dan transparan akan memastikan bahwa tidak ada pihak yang kebal hukum, sesuai dengan prinsip “Equality Before The Law” yang tercantum dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945.

Kasus-kasus ini menekankan urgensi perbaikan sistem pengawasan dan tata kelola di BUMN untuk mencegah terulangnya praktik korupsi yang merugikan negara dan masyarakat.

Kasus-kasus korupsi yang melibatkan perusahaan BUMN ini mencerminkan masalah serius dalam tata kelola, pengawasan, dan transparansi di perusahaan milik negara.

Jika ditotal, kerugian negara akibat skandal korupsi di berbagai BUMN ini mencapai ribuan triliun rupiah, angka yang sangat besar dan berdampak langsung pada perekonomian nasional serta kesejahteraan masyarakat.

Beberapa poin utama yang dapat disimpulkan dari skandal ini:

  1. Kegagalan Pengawasan dan Tata Kelola
    • Kasus seperti di Pertamina, PT Timah, dan Jiwasraya menunjukkan bahwa ada kelemahan dalam sistem pengawasan internal, baik dari pemerintah maupun manajemen perusahaan.
    • Penggelembungan harga, penyalahgunaan izin, dan pengelolaan dana investasi yang buruk adalah indikasi adanya kelonggaran dalam regulasi dan lemahnya pengendalian internal.
  2. Dampak Ekonomi dan Lingkungan
    • Korupsi di PT Timah, misalnya, tidak hanya menyebabkan kerugian keuangan tetapi juga merusak ekosistem akibat penambangan ilegal.
    • Di sektor energi, kasus di Pertamina dapat berdampak pada harga BBM yang harus ditanggung masyarakat.
  3. Akuntabilitas dan Tanggung Jawab Moral
    • Sebagai pemimpin BUMN, Erick Thohir memiliki tanggung jawab dalam memastikan pengelolaan perusahaan-perusahaan negara berjalan dengan baik.
    • Secara etika, banyak yang menilai bahwa ia seharusnya mengambil langkah besar, baik dengan reformasi radikal atau bahkan mundur jika memang merasa gagal dalam mengawasi sektor ini.
  4. Penegakan Hukum yang Harus Tegas
    • Kasus Jiwasraya dan Asabri menunjukkan bahwa penyalahgunaan dana investasi bisa terjadi di perusahaan besar dengan pengawasan ketat.
    • Hukuman terhadap pihak-pihak yang terlibat harus tegas dan transparan agar memberikan efek jera dan mencegah kasus serupa terjadi lagi.
Baca Juga :  Misi "Hitam" Kepemimpinan ASR-Hugua, Sarat Potensi Langgar Konstitusi

Namun, Jika Tidak Mundur, Apa yang Harus Dilakukan Erick Thohir?

Jika memilih tetap menjabat, Erick Thohir harus membuktikan komitmennya dengan:

✔ Melakukan pembersihan total di tubuh BUMN.

✔ Menindak tegas pejabat yang terlibat korupsi tanpa pandang bulu.

✔ Meningkatkan transparansi dan pengawasan keuangan serta manajemen perusahaan BUMN.

Pada akhirnya, keputusan untuk mundur atau tidak adalah pilihan Erick Thohir. Namun, dalam perspektif moral dan etika kepemimpinan, mundur bisa menjadi langkah ksatria untuk menunjukkan bahwa seorang pemimpin harus bertanggung jawab atas sistem yang gagal di bawah kepemimpinannya.

  • Reformasi Pengawasan: Harus ada sistem pengawasan yang lebih ketat, termasuk transparansi dalam pengelolaan dana dan proyek-proyek besar BUMN.
  • Pembersihan Manajemen: Manajemen BUMN yang terlibat harus diberhentikan dan digantikan dengan orang-orang yang kompeten serta berintegritas.
  • Penegakan Hukum yang Adil: Semua pihak yang terlibat harus diproses secara hukum tanpa pandang bulu, termasuk jika ada keterlibatan pejabat tinggi negara.

Kasus-kasus ini menjadi ujian besar bagi pemerintah dalam menegakkan prinsip “Negara Hukum” sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945. Jika hukum ditegakkan dengan benar, maka kepercayaan publik terhadap BUMN dan pemerintah bisa dipulihkan. (**)


 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Hubungi Admin!